BAB I
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan ibu saat ini, merupakan suatu tantangan
yang cukup besar di Indonesia. Tingginya angka kesakitan ibu tidak terlepas
dari beberapa faktor diantaranya diagnosa karena tanda-tanda dan gejala
yang masih banyak kurang dipahami/kurang diketahui, kurangnya pengetahuan ibu,
pencegahan jarang disosialisasikan dan penanganannya yang terlambat / fasilitas
yang kurang. Salah satu penyebab angka kesakitan ibu adalah, adanya penyakit
dan kelainan tidak langsung yang menyertai kehamilan, yaitu, myoma uteri.
Insiden myoma yang mempersulit kehamilan adalah 1 dalam 200,
tetapi kebanyakan myoma tersebut kecil dan tidak menimbulkan masalah.
Komplikasi yang terjadi tergantung pada jumlah, ukuran, dan posisi myoma di
dalam uterus. Dengan adanya neoplasma jinak yang paling umum pada fraktus
genitalia ini akan saling berkaitan, dengan kehamilan dan persalinan. Dimana
kehamilan dan persalinan berpengaruh pada mioma uteri dan mioma uteri
mempengaruhui kehamilan dan persalinan. Oleh karena itu, kehamilan pada myoma
uteri memerlukan pengamatan yang cermat.
Selain itu penyebab dari myoma uteri itu sendiri belum jelas kebenarannya. Berdasarkan basil penelitian semua hasilnya masih sebatas perkiraan-perkiraan saja. Yang pasti myoma uteri merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit yang menjadi momok tersendiri bagi kaum wanita.
Selain itu penyebab dari myoma uteri itu sendiri belum jelas kebenarannya. Berdasarkan basil penelitian semua hasilnya masih sebatas perkiraan-perkiraan saja. Yang pasti myoma uteri merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit yang menjadi momok tersendiri bagi kaum wanita.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1 PENYAKIT YANG MENYEBABKAN PERDARAHAN ABNORMAL
PERVAGINAM
2.1.1. DEFENISI PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
Perdarahan uterus disfungsional (PUD)
adalah perdarahan uterus abnormal dalam
hal jumlah, frekuensi, dan lamanya yang terjadi baik di dalam maupun di luar siklus haid, merupakan gejala klinis
yang semata mata karena suatu gangguan fungsional
mekanisme kerja poros hipotalamus hipofisis ovarium endometrium tanpa adanya
kelainan organik alat reproduksi.
2.1.2. JENIS-JENIS PERDARAHAN PERVAGINAM
1. Berdasarkan Gangguan
lama dan jumlah darah haid
a)
Menorrhagia (Perdarahan menstruasi yang sangat berat)
Monorragia dalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak dan durasi lebih lama dari mormal
dengan siklus yang normal teratur, secara klinis monorrhagia di
definisikan dengan total jumlah darah
haid lebih dari 80 ml persiklus dan durasi haid lebih lama dari 7 hari. Sulit
menentukan jumlah dara haid secara tept oleh karena itu bias di sebut bahwa
bila ganti pembalut 2-5 kali per hari menunjukkan jumlah darah haid normal.
Monorrhagia adalah bila ganti pembalut lebih dari 6 kali per hari.
b)
Hypomenorrhea (Jumlah atau durasi yang berkurang dari aliran menstruasi)
Hipomenorea adalah
perdarahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit atau durasi lebih pendek dari
normal, terdapat beberapa penyebab yaitu
gangguan organic missal nya pada uterus pascaoperasi miomektomi dan gangguan endokrin hipomenorea
menunjukkan bahwa tebal endometrium tipis dan perlu di evaluasi lebih lanjut.
2. Berdasarkan Gangguan
siklus haid
a) Polymenorrhea (Perdarahan vagina yang tidak teratur; periode-periode menstruasi yang
terlalu sering), polymenorrhea adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal
yaitu kurang dari 21 hari. Sering kali sulit membedakan polymenorrhea
dengan metroragia yang merupakan
perdarahan antara 2 siklus haid . penyebab polymenorrhea bermacam macam antara
lain gangguan endokrin yang menyebabkan
gangguan ovulasi paseluteal memendek, dan kongesti ovarium karena peradangan .
Perdarahan uterus yang terjadi
dengan interval < 21 hari.
b) Oligomenore
Oligomenore adalah haid dengan
siklus yang lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari sering terjadi
pada sindroma ovarium polikistik yang disebabkan oleh peningkatan hormone
androgen sehingga terjadi gangguan ovulasi. Pada remaja oligomenore dapat terjadi karena imaturitas
proses hipotaramus hipopisis ovarium endo metrium. Penyebab lain oligomenore
antara lain stress fisik dan emosi,penyakit kronis serta gangguan nutrisi.
c)
Amenorea
Tidak terjadi haid selama 6 bulan
berturut-turut pada wanita yang belum masuk usia menopause
3. Berdasarkan Gangguan
perdarahan di luar siklus haid
Menometroragia
Perdarahan uterus yang tidak
teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan
atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
4.
Gangguan lain perdarahan
yang berhubungan dengan haid
a)
Metrorrhagia (Periode-periode menstruasi pada interval-interval yang tidak teratur)
Periode-periode
menstruasi yang tidak teratur (metrorrhagia) dapat disebabkan oleh
pertumbuhan-pertumbuhan jinak di leher rahim (cervix), seperti polip-polip
leher rahim. Penyebab dari pertumbuhan-pertumbuhan ini biasanya tidak
diketahui. Metrorrhagia dapat juga
disebabkan oleh infeksi-infeksi dari kandungan.
b)
Menometroragia
Perdarahan uterus yang tidak
teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan
atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
c)
Bercak intermenstrual
Bercak perdarahan yang terjadi
sesaat sebelum ovulasi yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
d)
Perdarahan pasca menopause
Perdarahan uterus yang terjadi pada
wanita menopause yang sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12
bulan.
e)
Perdarahan uterus abnormal akut
Perdarahan uterus yang ditandai
dengan hilangnya darah yang sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis
(hipotensi , takikardia atau renjatan
f)
Perdarahan uterus disfungsi
Perdarahan uterus yang bersifat
ovulatoir atau anovulatoir yang tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan,
penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan
kondisi sistemik.
5.
Berdasarkan
Letak Lesi
A. Lesi Pada Permukaan Traktus Geniotalia
a)
Mioma uteri, adenomiosis
b)
Polip endometrium
c)
Hiperplasia endometrium
d)
Adenokarsinoma endometrium, sarkoma
e)
Infeksi pada servik, endometrium dan uterus
f)
Kanker servik, polip
g)
Trauma
B. Lesi Dalam
a)
Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi miometrium
b)
Endometriosis
c)
Malformasi arteri vena pada uterus
6. Perdarahan yang Disebabkan oleh Penyakit
Medis Sistemik
a)
Gangguan hemostasis seperti von willbrand, gangguan
faktor pembekuan darah, trombositopenia, gangguan platelet.
b)
Penyakit thyroid, gagal ginjal, disfungsi kelenjar
adrenal
c)
Gangguan hipotalamus hipofisis : adenoma,
prolaktinoma, stres, olahraga berlebihan
7. Perdarahan Pada Kehamilan Muda
a) Abortus :
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Yaitu
kurang dari 20 mgg atau berat janin 500 gr
b) Kehamilan
ektopik : suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak
menempel pada dinding endometrium kavum uteri.
c) Mola
hidatidosa : suatu kehamilan yang tidak berkembang wajar dimana tidak ditemukan
janin.
8. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan
Persalinan
a)
Plasenta previa : plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari
jalan lahir.
b)
Solutio plasenta : terlepasnya sebagian atau seluruh
permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya nyang normal yaitu pada
lapisan desi dua endometrium sebelum waktunya (anak lahir).
c)
Rupture uteri : robekan pada uterus,
dapat meluas ke seluruh dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga
abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan
miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
9.
Perdarahan
Pasca Persalinan
a) Atonia uteri : keadaan
dimana lemahnya tonus/kontraksi otot rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir.
b) Robekan jalan lahir
c) Retensio plasenta : plasenta
yang tetap tinggal didalam rahim setengah jam setelah anak lahir
d) Inversi uterus : keadaan
dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri
eksternum (oui) yang dapat bersifat inkomplit dan komplit.
10. Perdarahan Akibat Iatrogenik
Seperti penggunaan pil kontrasepsi,
alat kontrasepsi dalam rahim, obat antikoagulansia, antipsikotik, dan preparat
hormon
2.1.3 DAMPAK PERDARAHAN PERVAGINAM
a) Anemi
; perdarahan pervaginam yang masif akan mengakibatkan anemi karena berkurangnya
kadar Hb dalam darah. Anemi akan menyebabkan pasien menjadi lemas dan pusing.
b) Syok
hipovolemik ; keluarnya cairan melalui vagina akan menyebabkan syok hipovolemik
bila terlalu masif dan tidak segera ditangani.
c) Infeksi
; luka pada vagina atau organ reproduksi lainnya bisa menyebabkan infeksi yang
akan berkembang lanjut menjadi abses.
d) Nyeri
dan pembengkakan ; jika ada luka, akan memberikan rasa nyeri dan pembengkakan,
aktivitas dapat terganggu
2.1.4 PENANGANAN SECARA UMUM
a) Istirahat
yang cukup
b) Mencukupi
nutrisi bagi tubuh
c) Olahraga
d) Untuk
mengatasi nyeri, berikan analgesic : paracetamol
e) Pemberian
vitamin B1 untuk memperkuat sistem imun tubuh
Penanganan perdarahan PUD
|
|
|
2.2
DEFENISI DAN ETIOLOGI MIOMA UTERI
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang
terdiri dari sel-sel jaringan otot polos jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma uteri disebut juga dengan
leimioma uteri atau fibromioma uteri. Mioma ini berbentuk padat karena jaringan
ikat dan otot rahimnya dominan. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang
paling umum dan sering dialami oleh wanita.
Klasifikasi Mioma Uteri :
Berdasarkan letaknya mioma uteri diklasifikasikan
menjadi 3 bagian yaitu:
a)
Mioma Uteri Submukosa
Lokasi
tumor menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol ke dalam (kavum
uteri)
b)
Mioma Uteri Intramural
Mioma yang
berkembang diantara miometrium.
c)
Mioma Uteri Subserosa
Mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat bertumbuh
keluar dan juga bertangkai.
Penyebab pasti mioma uteri
tidak diketahui secara pasti. Mioma sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi
dan hanya bermanifestasi selama usia produktif.
2.3. EPIDEMIOLOGI MIOMA UTERI
Mioma
uteri belum pernah dilaporkan terjadi pada wanita sebelum menarche. Setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Penelitian di Amerika
Serikat yang pernah dilakukan Scwartz menunjukkan angka kejadian mioma uteri
adalah 2-12,8% orang per 1000 wanita tiap tahunnya. Angka kejadian mioma uteri
2-3 kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibanding kulit putih. Di
Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,4%-11,7% dari semua penderita ginekologi
yang dirawat. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma.
Faktor resiko
1. Usia
penderita
Kejadian
mioma uteri sebesar 20-40% pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun.
2. Hormone
endogen
Mioma
uteri sangat sedikit ditemukan pada specimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormone estrogen
endogen wanita menopause pada kadar yang rendah.
3. Riwayat
keluarga
Penderita
mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai resiko 2
kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor)
dibandingkan denga penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma uteri.
4. Etnik
Golongan
etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan resiko menderita mioma uteri
setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia.
5. Berat
badan
Risiko
menderita mipma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat
badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Dikarenakan terjadinya
peningkatan estrogen secara biological.
2.4. MANIFESTASI KLINIS MIOMA UTERI
1. Perdarahan
abnormal
Gangguan
yang terjadi umumnya aalah hipermenore, menoragia dan dapat juga metroragia.
2. Rasa
nyeri
Rasa
nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
3. Gejala
dan tanda penekanan
Gangguan
ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
a) Penekanan
kandung kemih: poliuri.
b) Penekanan
uretra: retensio urin.
c) Penekanan
ureter: hidoureter dan hidronefrosis.
d) Penekanan
rektum: obstipasi dan tenesmia.
e) Penekanan
pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul: edema tungkai dan nyeri panggul.
1)
Anamnesis
Dalam anamnesis, dicari keluhan
utama serta gejala-gejala mioma uteri lainnya, faktor resiko serta kemungkinan
komplikasi yang terjadi pada penderita yang hamil. Seringkali penderita
mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah.
2)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan
palpasi abdomen. Kadang, mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai
tumor yang keras, bentuk tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit. Bila belum
jelas, terutama pada wanita gemuk, dapat dilakukan pemeriksaan bimanuil.
3)
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium.
Akibat yang sering terjadi pada
mioma uteri adalah anemia. Hal ini akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan
kekurangan zat besi. Namun, pada kebanyakan pasien akan terjadi mekanisme
eritrositosis. Pada kasus dengan komplikasi menjadi degenerasi akut atau
infeksi akan ditemukan leukositosis
b.
Imaging.
•
Pemeriksaan dengan USG akan didapatkan gambaran massa padat dan homogen pada
uterus.Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah
dan pelvis, dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
•
Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh kearah
kavum uteri pada pasien infertil.
• Urografi
intravena digunakan pada kasus massa di pelvis sebab pada kasus tersebut sering
terjadi deviasi ureter atau penekanan dan anomali sistem urinarius. Cara ini baik
untuk mengetahui posisi, jumlah ureter dan ginjal.
• MRI
lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun biaya
pemeriksaan menjadi lebih mahal.
2.6 Patogenesis
Mioma Uteri
Etiologi yang pasti terjadinya mioma
uteri sampai saat ini belum diketahui. Stimulasi estrogen diduga sangat
berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma
uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada
usia menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi
pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah menarke. Pada
kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah menopause.
Perempuan nulipara mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri,
sedangkan perempuan multipara mempunyai resiko relatif menurun untuk terjadinya
mioma uteri.
Pukka
dan kawan-kawan melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung
reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan mioma
uteri bervariasi pada setiap individu. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah
reseptor estrogen dan reseptor progesteron. Meyer dan De Snoo mengemukakan
patogenesis mioma uteri dengan teori Cell
nest atau genitoblas. Pendapat ini
lebih lanjut diperkuat oleh hasil penelitian Miller dan Lipschutz yang
mengatakan bahwa terjadinya mioma uteri bergantug pada sel-sel otot imatur yang
terdapat pada Cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus
menerus oleh estrogen.
2.7 Patofisiologi
Mioma Uteri
Gambar
1. Patofisiologi mioma uteri
2.8.DIAGNOSIS MIOMA UETRI
2.8.1 Anamnesis
a) Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang
relatif lama.
b) Kadang-kadang disertai gangguan haid ( biasanya haid memanjang jika
ukuran mioma sudah besar)
c) buang air kecil atau
buang air besar (biasa terjadi jika ukuran mioma cukup besar dan menekan
kandung kemih)
d) Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
e) Nyeri, terutama saat menstruasi.
f)
Adanya perdarahan abnormal
g) Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa
yang padat kenyal.
2.8.2 PEMERIKSAAN
FISIK
a) Palpasi: didapatkan tumor di abdomen
bagian bawah, Konsistensi padat, kenyal, mobil,
permukaan tumor umumnya rata.
b) Pemeriksaan ginekologik: dengan pemeriksaan bimanual
didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglas
2.8.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a)
USG,
untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan keadaan
adnexa dalam rongga pelvis.
b)
Mioma
juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu
lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma
dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
c)
Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk
menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan
ureter.
d)
Histerografi
dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
e)
Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada
pelvis.
f)
Pemeriksaan
laboratorium. Akibat
yang sering terjadi pada mioma uteri adalah anemia. Hal ini akibat perdarahan
uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi maka perlu d periksa darah
lengkap yaitu Hb, Hematokrit, Leukosit, Trombosit, Eritrosit, Indeks Eritrosit
(MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah dll
g)
Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma
uteri yang tumbuh kearah kavum uteri pada pasien infertil.
h)
Urografi intravena digunakan pada kasus massa di
pelvis sebab pada kasus tersebut sering terjadi deviasi ureter atau penekanan
dan anomali sistem urinarius. Cara ini baik untuk mengetahui posisi, jumlah
ureter dan ginjal.
2.9 PENATALAKSANAAN
MIOMA UTERI
2.9.1 PENGOBATAN
Tidak
semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu
masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian
mioma uteri memerlukan pengamatan sekitar 3-6 bulan. Dalam menopause dapat
terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu
perubahan yang berbahaya yang terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan
tindakan segera.
Dalam dekade terakhir ada usaha
mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas
pemikiran leiomioma uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan
dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di
hipofisis akan mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma.
Pemberian GnRHa (bueriline acetate)
selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miometrium
hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah
pemberian GnRHa, dihentikan leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah
pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen
dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering
mengalami menopause yang terlambat.
Pengobatan Operatif
Miomektomi
adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini
dapat dikerjakan misalnya pada mioma subkoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang
mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.
Perlu disadari bahwa 25-35% dari
penderita tersebut akan masih memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah
pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi dapat
dilaksanakan per abdominam atau per vaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan
karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlekatan
dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan.
Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya
karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan bila
terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya.
Radioterapi
Tindakan
ini bertujuan agarovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita menderita
menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontrak
indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontraindikasi tersebut makin
berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan
pada uterus.
Terapi Myoma dengan Kehamilan
Sedapat-dapatnya
diambil sikap konservatif karena myomektomi pada pada kehamilan sangat
berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan juga dapat menimbulkan
abortus. Operasi terpaksa kita lakukan kalau ada penyulit-penyulit yang
menimbulkan gejala akut atau karena myoma sangat besar. Jika myoma menghalangi
jalan lahir dialakukan sectio caesarea disusul dengan hysterektomi tapi kalau
akan dilakukan enucleasi lebih baik ditunda selesai nifas.
2.9.2 PENCEGAHAN
Pencegahan
Primordial: Pencegahan ini dilakukan pada wanita yang belum menarche atau
sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dilakukan yaitu mengkonsumsi
makanan tinggi serat seperti sayur dan buah.
Pencegahan
Primer: Merupakan awal pencegahan sebelum seseorang menderita mioma. Tindakan
pengawasan pemberian hormon estrogen dan progesteron dengan memilih KB
kombinasi. Pil kombinasi mengandung lebih rendah dibanding pil sekuensil.
Pencegahan
Sekunder: Ditujukan kepada orang yang telah terkena mioma uteri. Tindakan ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pencegahan yang dilakukan
adalah dengan melakukan diagnosa dini
dan pengobatan yang tepat.
2.10. KOMPLIKASI MIOMA UTERI
Komplikasi
merupakan suatu kondisis yang mempersulit atau reaksi negative yang terjadi
pada penderita akibat mioma uteri.
1. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma
ditemukan hanya 0,32-0,6 % dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari
serluruh sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila
mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
2.Torsi (putaran tangkai)
Sarang
mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan gangguan akut tidak terjadi. Hal ini
hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma
dalam rongga peritoneum.
Sarang
mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang menyebabkan
perdarahan berupa metroragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
Pengaruh
timbal balik mioma uteri dan kehamilan:
a) Pengaruh
mioma uteri terhadap uteri
terhadap kehamilan yaitu:
Menimbulkan
infertilitas, meningkatkan kemungkinan abortus, persalinan prematuritas dan
kelainan otak, inersia uteri, gangguan jalan persalinan, perdarahan postpartum,
retensi plasenta
b) Pengaruh
kehamilan terhadap mioma yaitu:
Mioma cepat membesar
karena pengaruh estrogen, kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
2.11 PROGNOSIS MIOMA UTERI
Histerektomi
dengan menggangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi yang extensif dan
secara significant melibatkan miometrium
atau menembus endometrium, maka diharuskan SC (Sectio caesaria) pada persalinan
berikutnya. Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomektomi terjadi
pada 15-40% pasien dan ⅔ nya memerlukan tindakan lebih lanjut.
2.12 PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Letak
Pasien :
1. Letak
Litotomi
Penderita
berbaring di atas meja ginekologik sambil lipat lututnya diletakkan pada
penyangga dan tungkai dalam fleksi santai, sehingga penderita berbaring dalam
posisi menyangkang.
2. Letak
Miring
Penderita
diletakkan di pinggir tempat tidur miring ke sebelah kiri sambil paha dan
lututnya ditekuk dan kedua tungkai sejajar.
3. Letak
Sims
Posisinya hampir
sama dengan letak miring, hanya tungkai kiri hampir lurus, tungkai kanan
ditekuk ke arah perut, dan lututnya diletakkan pada alas ( tempat tidur ),
sehingga panggul membuat sudut miring dengan alas; lengan kiri di belakang
badan dan bahu sejajar dengan alas. Penderita berbaring setengah tengkurap.
2.12.1
Pemeriksaan
Organ Genitalia Eksterna
I.
Inspeksi
Pada inspeksi
diperhatikan bentuk, warna, pembengkakan, dan sebagainya dari genitalia
eksterna, perineum, anus, dan sekitarnya. Perhatikan apakah :
a) ada
darah atau flour albus?
b) himen
masih utuh dan klitoris normal?
c) ada
peradangan, iritasi kulit, eksema dan tumor?
d) orifisium
uretra eksternum merah dan ada nanah?
e) ada
karunkula atau polip?
f) ada
benda menonjol dari introitus vagina? introitus vagina sempit atau lebar?
g) ada
sistokel dan rektokel?
h) glandula
Bartholini membengkak dan meradang?
i) ada
parut di perineum?
Pada
perdarahan pervaginam dan flour albus diperhatikan banyaknya, warnanya, kental
atau encernya, baunya.
II. Palpasi
Vulva dan Perineum
Perabaan
glandula Bartholini dengan jari – jari dari luar, diteruskan dengan perabaan
antara dua jari di dalam vagina dan ibu jari di luar. Pada keadaan normal,
kelenjar Bartholini tidak dapat diraba.
2.12.2
Pemeriksaaan
Organ Genitalia Interna
Pemasangan
Spekulum
Ukuran dan
bentuk spekulum harus tepat, dan dibasahi dahulu dengan air hangat. Memperlebar
introitus vagina dengan membasahi salah satu jari tangan dengan air kemudian
menekan tepi bawah introitus ke bawah. Dengan tangan lainnya masukkan spekulum
yang masih dalam posisi menutup iti melewati jari – jari tangan dengan sudut
sedikit lebih ke bawah.sesudah spekulum masuk ke dalam vagina, keluarkan jari
tangan dari dalam introitus. Putar posisi spekulum ke arah horizontal dengan
mempertahankan tekanan pada bagian posteriornya dan kemudian masuk hingga
keseluruhan panjangnya berada di vagina.
1. Vagina
Inspeksi :
warna, inflamasi, sekret, ulkus, atau massa.
Palpasi
: apakah introitus vagina dan vagina sempit atau luas, apakah dinding vagina
licin atau kasar bergaris – garis melintang ( rugae vaginalis ); apakah teraba
polip, tumor, atau benda asing; apakah teraba lubang; apakah ada kelainan
bawaan seperti septum vagina; apakah puncak vagina teraba kaku oleh jaringan
parut atau karsinoma.
2. Serviks
Inspeksi
: warna seviks, posisinya, karakteristik permukaannya, ulserasi, nodulus,
masssa, perdarahan, atau pengeluaran sekret.
Palpasi
: dengan pemeriksaan bimanual. Normalnya serviks dapat sedikit digerakkan tanpa
menimbulkan rasa nyeri. Raba forniks yang terdapat di sekitar serviks.
3. Uterus
Palpasi
: dengan pemeriksaan bimanual. Salah
satu tangan pada abdomen di sekitar pertengahan garis yang menghubungkan
umbilikus dengan simfisis pubis. Saat mengangkat serviks dan uterus dengan
tangan yang ada di dalam pelvis, tekankan tangan yang berada di abdomen ke
dalam dan ke bawah dengan mencoba memegang uterus diantara kedua tangan.
Perhatikan ukuran uterus, bentuk, konsistensi, serta mobilitasnya, dan temukan
setiap nyeri tekan atau massa yang ada.
4. Ovarium
Palpasi
: tempatkan tangan pada abdomen pada kuadran kanan bawah dan forniks lateral
kanan. Tekan tangan yang di abdomen ke dalam dan ke bawah, mencoba mendorong
struktur adneksa ke arah tangan yang berada dalam pelvis. Kenali ovarium dan
massa adneksa yang didekatnya dan perhatikan ukuran, bentuk, konsistensi,
mobilitas, dan nyeri tekan. Ovarium normal memberi sedikit rasa nyeri ketika
ditekan.
Pemeriksaan
Rektoabdominal, Rektovaginal dan Rekto-vagino-abdominal
Pemeriksaan
rektoabdominal : dilakukan pada virgo atau perempuan yang mengaku belum pernah
bersetubuh, pada kelainan bawaan seperti atresia himenalis atau atresia
vaginalis, pada himen rigidus, dan vaginismus.
Pemeriksaan
rektovaginal : dilakukan pada waktu menilai keadaan septum. Jari telunjuk di
dalam rektum dan ibu jari di dalam vagina.
Pemeriksaan
rekto- vagino-abdominal : jari tengah dalam rektum, jari telunjuk dalam vagina,
dan dibantu oleh tangan luar.
Pemeriksaan
dalam Narkosis
Pemeriksaan
dalam narkosis sebaiknya baru dlakukan apabila memang benar – benar diperlukan.
Karena perasaan nyeri hilang, maka pecahnya kista, kehamilan ekstrauterin yang
belum terganggu, hidro-, hematoma-, dan piosalping atau terlepasnya perlekatan
peritoneal tidak dirasakan oleh penderita dan tidak segera diketahui pemeriksa.
Indikasi
pemeriksaan dalam narkosis bagi anak kecil, virgo, dan biarawati adalah
perdarahan yang tidak normal, flour albus, kelainan endokrin, dan persangkaan
interseksualitas.
Pemeriksaan Khusus :
1. Pemeriksaan
Laboratorium Biasa
Pemeriksaan
kadar Hb, jumlah leukosit, laju endap darah, protein-uria, pemeriksaan Galli
Mainini. Pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati, dan sebagainya
hanya dilakukan apabila ada indikasi.
2. Pemeriksaan
Getah Vulva dan Vagina
Getah uretra
diambil dari orifisium uretra eksternum, dan getah serviks dari ostium uteri
eksternum dengan kapas lidi atau ose untuk pemeriksaan gonokokkus. Dibuat
sediaan usap pada kaca benda, yang dikirim ke laboratorium.
3. Pemeriksaan
Sitologi Vagina
Bahan diambil
dari dinding vagina atau dari serviks dengan spatel Ayre. Dilakukan untuk
kepentingan diagnosis dini dari karsinoma servisi uteri dan karsinoma korporis
uteri. Secara tidak langsung juga dapat mengetahui fungsi hormonal karena
pengaruh estrogen dan progesteron.
4. Percobaan
Schiller
Apabila
permukaan porsio dicat/ dipulas dengan larutan Lugol, maka epitel porsio yang
normal menjadi berwarna coklat tua, sedangkan daerah – daerah yang tidak normal
kurang coklat dan tampak pucat.
5. Kolposkopi
Porsio
dibersihkan dari lendir dengan larutan cuka 2% atau dengan larutan nitras
argenti 5%, atau dilakukan percobaan Schiller lebih dahulu. Dalam hal terakhir
tampak jelas batas antara epitel berlapis gepeng dari ektoserviks dan mukosa
dari endoserviks. Jika ada lesi, maka tampak jelas batas antara daerah yang
normal dengan yang tidak normal.
6. Eksisi
Percobaan dan Konisasi
Daerah yang
dipotong ialah perbatasan antara epitel yang tampak normal dan lesi. Dengan
percobaan Schiller dan kolposkop biopsi dapat dilakukan dengan lebih terarah.
Apabila tidak sangat mencurigakan akan keganasan biasanya biopsi langsung
dilanjutkan dengan elektro-kauterisasi atau krioterapi.
Konisasi adalah
tindakan yang paling dapat dipercaya pada persangkaan karsinoma karena dapat
dibuat banyak sediaan dari seluruh porsio untuk pemeriksaan mikroskopik.
7. Biopsi
Endometrium
Untuk keperluan
diagnostik tumor ganas dari endometrium, dilakukan kuratse dengan kuret biasa
dalam narkosis.
8. Pemeriksaan
dengan Sinar Rontgen
Dilakukan untuk
mengetahui kelainan bawaan pada genitalia interna, deteksi massa tumor,
perkapuran, kista dermoid yang mengandung tulang, lesi pada tulang panggul dan
tulang punggung sebagai akibat metastasis tumor ganas, mencari kelainan pada
alat saluran kemih, fungsi ginjal, serta deteksi hidronefrosis/ hidroureter
9. Pemeriksaan
Sistoskopi dan Rektoskopi
Sistokopi untuk
visualisasi batu dan polip di dalam kandung kemih dan untuk mencari metastasis
karsinoma servisis uteri di kandung kemih. Rektoskopi dilakukan pada
persangkaan wasir dan karsinoma rekti.
10. Pemeriksaan
Ultrasonografi
Dilakukan untuk
mendeteksi massa tumor, lebih – lebih dalam menghadapi diagnosis diferensial
antara uterus gravidus, mioma, dan kista ovarium.
11. Pemeriksaan
Kuldosentesis
Diperlukan untuk
memastikan terkumpulnya darah dalam rongga peritoneum dan sekaligus membedakan
dengan abses Douglas. Apabila 1 pungsi menghasilkan darah tua, segera lakukan
operasi. Akan tetapi, apabila nanah yang dikeluarkan, berarti abses Douglas dan
tindakan diteruskan dengan kolpotomia posterior dan pemasangan pipa karet untuk
penyaluran.
BAB
III
PENUTUTUP
3.1
KESIMPULAN
Nyonya Santi 42 tahun
didiagnosa mengalami mioma uteri. Diperlukan pemeriksaan lanjutan kemudian
dirujuk ke dokter spesialis.
3.2.DEMOGRAFI
Nama
: Nyonya Santi (42tahun)
Keluhan
:
·
Benjolan diperut bagian
bawah
·
Diameter 10cm
·
Tidak ada nyeri tekan
·
Volume haid banyak
·
Susah BAK
·
Sering BAK
Vital Sign sens :
CM,TD=120/80mmHg, HR=76x/menit, RR=20x/menit, T=37,30 C
Ginekologi sign :
·
Benjolan kenyal
·
Diameter 10cm
·
Halus
·
Mobile
·
(-)nyeri tekan
Diagnosa : Mioma Uteri
Penatalaksanaan : Dirujuk ke dokter spesialis untuk
penanganan lebih lanjut.
DAFTAR
PUSTAKA
Achadiat
Chrisdiono., Prosedur Tetap Obstetri & Ginekologi, 2003, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Anwar M. dkk., Ilmu
Kandungan, Edisi ke-3, BP-SP: Jakarta, 2011
Bates, Lynn S. Bickley. 2012. Buku ajar
pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Jakarta : EGC
Hestiantoro, Andon, Panduan Tata Laksana Perdarahan
Uterus Disfungsional, Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas
Indonesia
Jacob
Trisusilo Salean, Refarat-mioma uteri, FK-UKI, 2010.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2007
Sastrawinata
S. Ginekologi edisi 2. Bandung: Elstar Offset; 1981. p. 160
Saifuddin A. Dkk., Ilmu
kebidanan sarwono prawirohardjo, BP-SP:Jakarta, 2012
Tri,
K., 2010, Karakteristik Mioma Uteri. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Wiknjosastro,H., 2011, Ilmu Kandungan.
Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Mkasih mbak malahanya sangat bermanfata sekli
BalasHapushttp://www.tanyadok.com/kesehatan/mengenal-mioma-uteri-lebih-jauh
ini salah satu penyakit pada kaum wanita yang harus di waspadai....
BalasHapushttp://obatasliindonesia.com/obat-herbal-nyeri-haid-terbaik/
nice informasinya
BalasHapushttp://obatmioma.obatasliindonesia.com/