BAB I
PENDAHULUAN
Gizi buruk
(malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di
berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children’s Fund
(UNICEF) pada tanggal 12 September 2008, menyatakan malnutrisi sebagai penyebab
lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak dibawah usia 5 tahun di
dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam
kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-negara
kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan
Asia Tenggara(CWS, 2008).
Menurut
klasifikasinya malnutrisi dibagi 3 yaitu : marasmus, kwashiorkor dan
marasmus-kwashiorkor. Marasmus merupakan bentuk
malnutrisi protein kalori, terutama
akibat kekurangan kalori berat dan kronis, paling sering terjadi selama tahun
pertama kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan serta atrofi lemak subkutan
dan otot. Kwashiorkor merupakan
bentuk malnutrisi protein-energi yang disebabkan defisiesi protein yang berat,
asupan kalori biasanya juga mengalami defisiensi. Sedangkan Marasmic
– Kwashiorkor merupakan suatu keadaan defisiensi kalori dan protein, disertai
penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya
dehidrasi.
Secara
garis besar sebab-sebab marasmus ialah : Pemasukan kalori yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat, kelainan metabolik, malformasi kongenital. Kwashiorkor
penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlangsung
kronis. Sedangkan Penyebab marasmic
– kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu malnutrisi primer
dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi
yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi
karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau
peningkatankehilangan protein maupun energi dari tubuh.
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Klasifikasi Malnutrisi
Klasifikasi yang sering dipakai :
A.
Berat badan
terhadap umur
1.
Klasifikasi
menurut Gomez
-
> 90% : normal
-
90 – 75% :
malnutrisi ringan ( Grade 1 )
-
75 – 61% :
malnutrisi sedang ( Grade 2)
-
</= 60% :
malnutrisi berat ( Grade 3 )
2.
Klasifikasi
menurut Jelliffe
-
110 – 90% : normal
-
90 – 81% : malnutrisi
ringan ( Grade 1 )
-
80 – 61% : malnutrisi
sedang ( Grade 2 dan 3 )
-
</= 60% :
malnutrisi berat ( Grade 4 )
3.
Klasifikasi
menurut WHO
-
Persentil ke 50
- 3 : normal
-
Persentil </=
3 : malnutrisi
4.
Klasifikasi di
Indonesia
Menggunakan modifikasi Gomez
pada KMS, kemudian kenaikan berat badan dicatat pada KMS. Bila terdapat
kenaikan tiap bulan adalah normal, bila tidak terdapat kenaikan : risiko tinggi
terjadinya gangguan pertumbuhan.
B.
Tinggi badan
terhadap umur
1.
Kanawati dan
McLaren
-
>/= 95% : normal
-
95 – 90% : malnutrisi ringan
-
90 – 85% :
malnutrisi sedang
-
85% : malnutrisi
berat
2.
CDC/WHO
-
>/= 90% : normal
-
< 90% :
malnutrisi kronis
C.
Berat terhadap
tinggi badan
1.
McLaren/Read
-
110 – 90% : normal
-
90 – 85% : malnutrisi ringan
-
85 – 75% : malnutrisi sedang
-
<75% dengan / tanpa edema : malnutrisi
berat
2.
Waterlow
-
110 – 90% : normal
-
90 – 80% : malnutrisi ringan
-
80 – 70% : malnutrisi sedang
-
<70% : malnutrisi berat
3.
CDC/WHO
-
85 – 80% : malnutrisi sedang
-
< 80% : malnutrisi akut
4.
NCHS
-
Persentil ke 75
– 25 : normal
-
Persentil ke 10
– 5 : malnutrisi sedang
-
Persentil ke 5 :
malnutrisi berat
D.
Lingkar Lengan
Atas
-
> 85% atau
> 14 cm : normal
-
< 76% atau
< 12,5 cm : malnutrisi berat
2.2 Definisi Malnutrisi Pada Anak
A. Marasmus
Marasmus
merupakan bentuk malnutrisi protein
kalori, terutama akibat kekurangan kalori berat dan kronis, paling sering
terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan serta
atrofi lemak subkutan dan otot.
B. Kwashiorkor
Kwashiorkor
merupakan bentuk malnutrisi protein-energi yang disebabkan defisiesi protein
yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami defisiensi. Gejala meliputi
retardasi pertumbuhan, perubahan pigmen rambut dan kulit, edema, defisiensi
imun dan perubahan patologis pada hati.
C. Marasmic
– Kwashiorkor
Marasmic
– Kwashiorkor merupakan suatu keadaan defisiensi kalori dan protein, disertai
penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya
dehidrasi.
2.3 Etiologi Malnutrisi Pada Anak
A. Marasmus
Secara garis
besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
1. Pemasukan
kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidak
tahuan orang tua si anak.
2. Kebiasaan
makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan orang tua-anak terganggu.
3. Kelainan
metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,galactosemia,
lactose intolerance.
4. Malformasi
kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
B. Kwashiorkor
Penyebab
terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlangsung
kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain :
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori
yang cukup, tidak semua makanan mengandung
protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan
protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh
ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain)
sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi
kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI kemakanan pengganti ASI.
2. Faktor
sosial. Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan
sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor
ekonomi. Kemiskinan keluarga/ penghasilan
yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada
keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor
infeksi dan penyakit lain. Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis
antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi.
Dan sebaliknya MEP,walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh
terhadapinfeksi.
C. Marasmic – Kwashiorkor
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab
yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan
protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah
malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi
dan/atau peningkatankehilangan protein maupun energi dari tubuh.
2.4 Epidemiologi Malnutrisi Pada Anak
Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The
United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008,
menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian
pada anak-anak dibawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan tentang
terdapatnya kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global di tahun
2007, tetapi tetap terdapat rentang yang
sangat jauh antara negara-negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara(CWS,
2008).
Berdasarkan
perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta anak balita menderita
gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta diantaranya menderita gizi
buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi
buruk tingkat berat. Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007
yang diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah
13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila
dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk
Indonesia sebesar 18,5%, maka secara nasional target-target tersebut sudah
terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi. Sebanyak 19
provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi
nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (26,5%), Sumatera Utara (22,7%),
Sumatera Barat (20,2%), Riau (21,4%), Jambi (18,9%), Nusa Tenggara Barat
(24,8%), Nusa Tenggara Timur (33,6), Kalimantan Barat (22,5%), Kalimantan
Tengah (24,2%), Kalimantan Selatan (26,6%), Kalimantan Timur (19,2%), Sulawesi
Tengah (27,6%), Sulawesi Tenggara (22,7%), Gorontalo (25,4%), Sulawesi Barat
(16,4%), Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua Barat (23,2%)dan Papua
(21,2).
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi
Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh
Tenggara (48,7%), Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah
Selatan (40,2%), Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara
(39,1%), Tapanuli Utara (38,3%), Kupang (38,0%), dan Buru (37,6%). Sedangkan 10
kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita
terendah adalah Kota Tomohon (4,8%), Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%),
Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%), Bantul(7,4%), Badung (7,5%), Kota Magelang
(8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%), dan Bondowoso (8,7%).
2.5 Faktor Risiko Malnutrisi
Faktor risiko gizi buruk antara lain
:
1.
Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara
adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan
pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air,
energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
2.
Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang
mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. Sosial ekonomi merupakan
suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari
variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan
rendahnya daya beli pada keluarga tersebut.Selain itu rendahnya kualitas dan
kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi
pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendahberkaitan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut.
3.
Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian
yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai
setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang
bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi.Salah satu faktor
yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah.
4. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi
buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Penyakit tersebut adalah:
a. Diare persisten :sebagai
berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang dimulai dari suatu
diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering dihubungkan dengan
kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak
termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten
sensitive enteropathidan penyakitBlind loop.
b. Tuberkulosis :
Tuberkulosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai
tekanan parsial oksigen yang tinggi.
c. HIV AIDS
HIV merupakan singkatan dari human Immunodeficiencyvirus HIV merupakan
retrovirus yang menjangkiti sel manusia (terutama CD4 positive sel dan
macrophages komponen komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan
atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan
sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi
kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien ketikasistem tersebut tidak
dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit.
5. Pengetahuan ibu
Ibu merupakan orang yang berperan
penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak
balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi
makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan
keanekaragamanmakanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang
karenapengaruh kebiasaan, iklan,dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga
disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi
dalam kehidupan sehari-hari.
6. Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR)
adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa
gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1
(satu)jam setelah lahir.
Gizi buruk dapat terjadi apabila
BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih
mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan
balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh
menjadi berkurang.
7. Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun
yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya dapat
memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita kelak
terpajanantigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakitdan untuk
menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita
penting untuk dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi merupakan suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi
imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman
atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi
sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat.
Macam-macam imunisasi antara lain:
a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang
dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml
pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 mlpada anak disuntikkan secara
intrakutan.
b. Hepatitis B : salah satu imunisasi
yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara
suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan
ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir.
c. Polio : imunisasi ini terdapat 2
macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio vaccine.Kelebihan dari
vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga banyak digunakan.
d. DPT : vaksin yang terdiri dari
toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang
diinaktivasi.
e. Campak : imunisasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinyapenyakit campak pada anak karena termasuk penyakit
menular. Pemberian yang dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitupada usia 9
bulan dan pada usia 6 tahun.
f. MMR : diberikan untuk penyakit
measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan
atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan pengulangan pada usia 15 bulan.
g. Typhus abdominal: terdapat 3 jenis
vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang
dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharide.
h. Varicella : pemberian vaksin
diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun dan usia 13 tahun
diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8mg.
i.
Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya hepatitis A yang diberikan pada usia diatas 2 tahun.
j.
HiB : Haemophilus influenzae tipe byang digunakan untuk
mencegah terjadinya influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali
suntikan.Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur,imunisasi
yang tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk
OR(95%CI) dari 10,3;p<0.001.
8. ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang
memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan.
Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.
Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
periode1997-2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif sangat rendah.Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan
berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula.
2.6 Manifestasi Klinis Malnutrisi Pada Anak
A.
Manifestasi
klinis marasmus
1. Pertumbuhan
berkurang atau terhenti
2. Anak
masih menangis walaupun telah mendapat minum atau disusui
3. Sering
bangun pada waktu malam hari
4. Konstipasi
5. Diare.
Bila anak menderita diare maka akan terlihat berupa bercak hijau tua yang
terdiri dari lendir dan sedikit tinja
6. Jaringan
dibawah kulit akan menghilang, sehingga kulit kehilangan turgornya dan keriput
7. Pada
keadaan berat, lemak pipi pun menghilang sehingga wajah penderita seperti wajah
orang tua dengan tulang pipi dan
dagu yang kelihatan menonjol
8. Iga gambang yaitu tulang rusuk yang menonjol
9. Vena
superfisialis tampak jelas
10. Ubun-ubun
besar cekung
11. Mata
tampak besar dan dalam
12. Ujung
tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis
13. Perut
membuncit atau
cekung dengan gambaran usus yang jelas
14. Atrofi
otot
15. Mula-mula
anak tampak penakut, akan tetapi pada keadaan yang lebih lanjut menjadi apatis.
B.
Manifestasi klinis
kwashiorkor
1. Gejala
terpenting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan juga tinggi
badan kurang dibandingkan dengan anak sehat.
2. Perubahan
mental. Biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis.
3. Pada
sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
4. Gejala
gastrointestinal merupakan gejala yang penting, anoreksia hebat, sehingga
pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan NGT.
5. Perubahan
rambut sering dijumpai. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut
kepala mudah dicabut, kusam dan
berwarna merah seperti rambut jagung.
6. Kulit
penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih
mendalam dan lebar. Pada
sebagian penderita ditemukan perubahan kulit yang khas untuk kwashiorkor, yaitu
crazy pavement dermatosis yang
merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan
pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan tersebut
terus-menerus dan disertai kelembaban oleh keringat atau sekreta, seperti pada
bokong, fossa poplitea, lutut, kaki, paha, lipatan paha, dan sebagainya.
7. Pembesaran
hati merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang batas hati terdapat
setinggi pusat. Hati yang dapat diraba umumnya kenyal, permukaannya licin dan
pinggir tajam. Biasanya
pada hati yang membesarkan ini terjadi perlemakan.
8. Anemia
ringan selalu ditemukan.
C.
Manifestasi
klinis marasmus-kwashiorkor
1. Campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.
2.7
Diagnosis
Malnutrisi Pada Anak
A.
Malnutrisi
Kwasiorkor
a.
Anamnesis
ü Identitas
pasien dan keluarga
ü Keluhan
utama
·
Berat badan yang kurang
ü Keluhan
tambahan
·
Anak tidak mau makan
(anoreksia)
·
Anak tampak lemas dan
menjadi lebih pendiam
·
Sering menderita sakit
yang berulang
ü Riwayat
makanan:
·
Nutrisi : pola kebiasaan
makanan meliputi jenis makanan, frekuensi, porsi/jumlah, dll
ü Riwayat
keluarga
b.
Pemeriksaan
fisik
Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan
fisik antara lain:
ü Inspeksi
·
Edema
·
Kurus
·
Pucat
·
Moo face
·
Kelainan kulit
(hiperpigmentasi)
·
Crazy pavement
dermatosis
ü Palpasi
·
Hepatomegali
ü Pengukuran
antoprometri (BB, TB, lingkaran kepala atas, dan lengan lipatan kulit)
c.
Pemeriksaan
penunjang
ü Pemeriksaan
laboratorium
·
Tes darah(hb, glukosa,
protein serum, albumin)
·
Kadar enzim pencernaan
·
Biopsy hati, biasanya
ditemukan perlemakan ringan sampai berat,finrosis,nekrosis. Pada perlemakan
berat hamper semua sel hati mengandung vakuol lemak besar
·
Pemeriksaan tinja dan
urin
B.
Malnutrisi
Marasmus
a.
Anamnesis
ü Keluhan
utama
·
Kurus(perubahan BB)
·
Tampak seperti orang
tua
ü Keluhan
tambahan
ü Riwayat
makanan
ü Kebiasaan
makan
b.
Pemeriksaan
fisik
·
Mengukur TB dan BB
·
Menghitung indeks masa
tubuh, yaitu BB(dalam kg) dibagi dengan TB(dalam meter)
·
Mengukur ketebalan
kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan,
sehingga lapisan lemak dibawah kulitnyadapat diukur, biasanya dengan
menggunakan jangka lengkung (kapiler). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50%
dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan
sekitar 2,5 cm pada wanita.
·
Status gizi juga diperoleh
dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah oto rangka dalam tubuh (lead
body massa)
c.
Pemeriksaan
penunjang
ü Hb
ü Ht
ü Albumin
ü Serum
ferritin
ü Elektrolit
C.
Malnutrisi
Marasmus Kwasiorkor
a.
Anamnesis
ü Keluhan
utama:
·
Berat badan berkurang
·
Kurus
·
Tampak seperti orang
tua
ü Keluhan
tambahan:
·
Rambut tipis, pirang
dan mudah dicabut
·
Anak tampak lemas dan
menjadi pendiam
·
Sering menderita sakit
yang berulang
ü Riwayat
keluarga :
·
Lingkunga rumah
·
Pendidikan dan
pekerjaan anggota keluarga
·
Hubungan anggota
keluarga
·
Perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan
b.
Pemeriksaan
fisik
ü Pengukuran
antoprometri (BB, TB, lingkaran kepala atas, dan lengan lipatan kulit)
ü Malise
ü Kulit
keriput
ü Asites
ü Edema
ü Pucat
ü Moon
face
ü hiperpigmentasi
c.
Pemeriksaan
penunjang
ü Pada
pemeriksaan laboraturium, anemia selalu ditemukan karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan absorbs.
ü Pemeriksaan
radiologis dilakukan untuk menemukan
adanya kelainan pada paru
2.8 Penatalaksanaan Malnutrisi Pada Anak
A. Disertai dengan tanda
bahaya/ tanda penting tertentu
B.
Tidak disertai tanda
bahaya/ tanda penting tertentu
C. Fase transisi dan rehabilitasi
D.
ANTIBIOTIK
E.
TINDAK LANJUT BAGI ANAK
MALNUTRISI
F.
KRITERIA
PEMULANGAN ANAK MALNUTRISI
G.
PEMBERIAN F-75
H.
TABEL PEMBERIAN
F-100
2.9
Pencegahan
Malnutrisi
a. Memberikan
ASI eksklusif sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan
dengan makanan tambahan sebagai pendamping asi yang sesuai dengan tingkatan
umur.
b. Anak
diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya, perbandingan komposisinya : untuk lemak minimal 10%
dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya
karbohidrat.
c. Rajin
menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan
anak sesuai dengan standar . jika tidak sesuai , segera konsultasikan
d. Jika
anak dirawat dirumah sakit karena gizinya buruk bisa ditanyakan kepada petugas
pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit
e. Jika
anak telah menderita karena kekurangan gizi maka segera berikan kalori yang
tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak & gula. Sedangkan untuk proteinnya
bisa diberikan setelah sumber-sumber kaloru lainnya sudah terlihat mampu
meningkatkan energy anak, berikan pula suplemen mineral & vitamin penting
lainnya.
2.10 Komplikasi Malnutrisi
A. Komplikasi
Marasmus
1. Infeksi
2. Hipoglikemia
3. Hipotermi
( suhu aksiler kurang dari 350 )
4. Sepsis
5. Diare
6. Dehidrasi
B. Komplikasi
kwarshiokor
Anak dengan kwashiorkor
akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi
maksimal dan kemampuan potensial untuk tumbuh sulit dicapai oleh anak dengan riwayat
kwarshiokor.
Komplikasi:
-
Hipoglikemia
-
Hipotermi
-
Dehidrasi
-
Gangguan keseimbangan
elektrolit asam basa
-
Infeksi berat
-
Hambatan penyembuhan penyakit
penyerta
2.11 Prognosis Malnutrisi
A. Prognosis
Marasmus
Malnutrisi
yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, angka kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi sering tidak dapat dibedakan karena infeksi atau
karena malnutrisi sendiri
Prognosis
tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan.dalam beberapa hal
walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian
tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrevesibel dari
sel-sel akibat under nutrition.
B. Prognosis
Kwashiorkor
Penanganan
yang cepat dan tepat pada kasus-kasus gizi seperti kwashiorkor, umumnya dapat
memberikan prognosis yang cukup baik, penanganan pada stadium yag lanjut
walaupun dapat mningkatkan kesehatan anak secara umum namun ada kemungkinannya
untuk memperoleh gangguan fisik permanen dan gangguan intelektual. Sedangkan
bila penanganan terlambat atau tidak memperoleh penanganan sama sekali dapat
berakibat fatal.
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Seorang
anak laki-laki 6 tahun menderita malnutrisi tipe kwashiorkor. Penatalaksanaan
yang dilakukan adalah pemberian cairan dan makanan untuk stabilisasi, selain
itu diberikan antibiotik sebagai profilaksis. Pantau apakah ada perbaikan jika
membaik, berikan edukasi pada ibu tentang cara memberikan stimulasi sensorik,
dukungan emosional, pemberian makanan sebagi tindak lanjut dirumah bagi anak
gizi buruk.dan mengontrol perkembangan gizi anak.
DAFTAR
PUSTAKA
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi 2011
- Ilmu kesehatan anak fkui. Defisiensi gizi. Buku kuliah 1. Jakarta. Hal.360-64.
- www.scribd.com/doc/65417648/MARASMUS-MARASMUS-KWASIORKOR
- tatalaksana pemeriksaan anak gizi buruk
- Respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/20564/3/chapter%20II/pdf
gizi.depkes.go.id
a bookie Archives - casinofib.com 메리트카지노총판 메리트카지노총판 jeetwin jeetwin 536WynnBET - The Home of Betting in Boston
BalasHapus