Kamis, 12 Desember 2013

Tuberkulosis Paru



BAB 1
PENDAHULUAN

Tuberkulosis masih merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang masih sering ditemukan di Indonesia. Penyakit ini terutama menyerang golongan masyarakat menengah ke bawah. Tetapi ada trend juga menyerang golongan masyarakat menengah ke atas, yang merupakan bagian dari penyakit – penyakit yang timbul pada AIDS. Penularan lebih cepat terjadi pada mereka yang hidup di lingkungan yang kumuh dan dengan rumah yang memiliki sirkulasi/ventilasi udara yang sangat buruk.
Untuk menangani tuberkulosis ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik, maka sebagai tenaga medis harus mampu melakukan pencegahan dan penyuluhan mengenai tuberkulosis, serta berbagai peran juga diperlukan seperti peran pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk dapat menanggulangi penyakit tuberkulosis dan penyakit menular lainnya.



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 KLASIFIKASI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN YANG MENULAR
2.1.1 TUBERKULOSIS PARU
            Perhatian aktivis kesehatan sedunia dikejutkan oleh deklarasi “kedaruratan global”(the global emergency) tuberkulosis (TBC) pada tahun 1993 dari WHO,karena sebagian besar negara-negara didunia tidak berhasil mengendalikan penyakit TBC.Hal ini disebabkan oleh rendahnya angka kesembuhan penderita yang berdampak pada tingginya penularan.Penyakit ini kembali menjadi perhatian dengan adanya fenomena ledakan kasus HIV/AIDS dan kejadian MDR(multidrug resistance).Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh.Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting.
            Penyakit tuberkulosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi.Menurut hasil penelitian ,penyakit tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi ,dan penyakit ini juga sudah ada pada kitab pengobatan Cina “pen tsao” sekitar 5000 tahun yang lalu.Pada tahun 1882,Ilmuan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberkulosis,yang merupakan  penyebab penyakit ini.Kuman ini berbentuk batang(basil) yang dikenal dengan nama”Mycobacterium tuberculosis”.
            Dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun,diperkirakan kasus TBC menjadi bertambah (reemerging disease).Ronal Bayer,seorang ahli kesehatan masyarakat Amerika Serikat ,menyatakan bahwa kasus TBC merupakan bukti kegagalan para ahli kesehatan masyarakat,dengan adanya fakta bahwa peningkatan status ekonomi mampu menurunkan kasus secara signifikan.
2.1.1.1  PENULARAN
            Penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara(droplet nucley) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.Bila penderita batuk ,bersin,atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain,basil tuberkulosis tersembur dan terhisap kedalam paru orang sehat.masa inkubasinya selama 3-6 bulan.
Resiko tereinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu lainnya.Resiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia dibawah 3 tahun, resiko rendah pada masa kanak-kanak,
dan meningkat lagi pada masa remaja,dewasa muda,dan lanjut usia.Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah,pembuluh limfe,atau langsung ke organ terdekatnya.
            Setiap satu BTA positif akan menular kepada 10-15 orang lainnya,sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih beresiko dibandingkan kontak biasa(seperti serumah).
            Seorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini.Sebaliknya ,penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan.Angka risiko penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi .Di Indonesia angka ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi TBC.Setengah dari mereka BTA –nya akan positif (0,5%).
2.1.2        PERTUSIS

            Pertusis adalah penyakit infeksi saluran napas akut yang terutama menyerang anak.Arti kata pertusis adalah batuk yang intensif ,sehingga penyakit ini sering disebut batuk rejan ,whooping cough,tussin quinta,violent cough,atau batuk 100 hari kare sifat batuknya yang lama dan khas.Penyakit ini sudah ditemukan sejak tahun 1578,meskipun kuman penyebabnya sendiri baru diketahui tahun 1908 Bordet dan Gengou.

2.1.2.1  PENULARAN
          Pertusis ditularkan melalui droplet,Sebagian besar bayi tertular oleh saudaranya dan kadang-kadang oleh orang tuanya.Penyakit ini sangat menular dan dapat menyerang dengan rata-rata serangan mencapai 80-100% pada kelompok yang rentan .Masa inkubasinya selama 6-20 hari dengan rata-rata 7 hari.Manusia merupakan satu-satunya pejamu organisme ini.
2.1.3        SARS
            Severe  acute respiratory syndrome(SARS) atau sindrom pernafasan akut berat adalah sindrom akibat infeksi virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkan gejala gangguan pernapasan pada pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS.
2.1.3.1  PENULARAN
            Penularan terjadi melalui droplet (batuk,bersin,atau bicara)dari pasien yang telah terinfeksi virus.Selain itu ,kontak erat dengan pasien juga dapat menularkan penyakit dengan mekanisme yang belum diketahui secara pasti.Kontak erat menurut WHO adalah mereka yang merawat , hidup bersama dengan pasien ,atau kontak langsung dengan sekret pernapasan dan cairan tubuh pasien.Penularan melalui droplet dapat terjadi bila jarak dengan pasien sekitar dua meter.Virus diketahui senang berada pada mukosa saluran napas.
2.1.4        DIFTERIA
            Difteria adalah suatu infeksi akut yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pencernaan atau kulit yang disebabkan oleh basil gram positif corynebacterium diphtheriae,ditandai oleh terbentuknya eksudat yang membentuk membran pada tempat infeksi dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh basil ini.
2.1.4.1 PENULARAN
            Penularan penyakit in i melalui droplet saat penderita (atau karier) batuk,bersin,dan berbicara.Akan tetapi,debu atau muntahan juga menjadi media penularan.Masa inkubasinya adalah 2-5 hari.Karier adalah orang yang terinfeksi bakteri pada hidung atau tenggorokan tetapi tidak mengalami gejala penyakit.Penyakit ini sangat menular keteman sekolah satu kelas,teman bermain,dan tetangga.
            Kuman difteria masuk kedalam tubuh manusia melalui mukosa atau selaput lendir.Kuman akan menempel dan berkembang dan berkembang biak pada mukosa saluran napas atas.Selanjutnya kuman akan memproduksi toksin yang merembes dan menyebar ke daerah sekitar dan ke seluruh tubuh dengan melalui pembuluh darah dan limfe.
2.1.5         ANTRAKS
            Antrak adalah penyakit  yang disebabkan oleh kuman bacillus anthracis pada binatang (zoonotik)ternak dan binatang buas yang bisa ditularkan ke manusia.Suatu basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan kemanusia melalui kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari binatang yang terkontaminasi.
2.1.5.1 PENULARAN
  1. Kontak dengan kulit manusia yang lesi,lecet,atau abrasi.
  2. Mengkonsumsi daging yang terkontaminasi kumn negatif atau spora melalui tangan.
  3. Menghisap spora ditempat kerja yang berkaitan dengan produk hewan.
  4. Digigit serangga yang baru saja menggigit hewan infektif (jarang).

2.1.6        FLU BURUNG
            Avian influenza (AI) atau flu burung (bird flu) merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa mengenai unggas,virus influenza sendiri termasuk dalam famili orthomyxoviruses.
2.1.6.1 PENULARAN
            Mekanisme penularan flu burung pada manusia melalui beberapa cara:
  1. Virus →  unggas liar → unggas domestik → manusia
  2. Virus →  unggas liar → unggas domestik → babi → manusia
  3. Virus →  unggas liar → unggas domestik → (dan babi) → manusia → manusia
2.1.7 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
            ISPA merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan sering menempati urutan pertama angka kesakitan balita.Penanganan dini terhadap penyakit ISPA terbukti dapat menurunkan kematian.ISPA merupakan penyakit saluran pernapas akut dengan perhatian khusus pada radang paru (pneumonia) dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan.
2.1.8 INFLUENZA
            Influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan yang dapat menjalar dengan cepat dilingkungan masyarakat.Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas.

2.2 ETIOLOGI TUBERKULOSIS PARU
Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron  kali 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam  mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alcohol sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA) serta tahan terhadap zat kimia dan fisik . kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin bersifat dorman dan aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan  100oC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara . Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara  per jam.
2.3 DEFENISI TB PARU
TB Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia dan disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (ditemukan oleh Koch 1882) dengan gejala yang sangat bervariasi. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus dan agak bengkok, berglanular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipid (terutama asam mikolat) oleh karena itu kuman ini dapat tahan dalam keadaan asam. Kuman tuberculosis ini dapat bertahan dalam suasana asam sehingga sering disebut basil tahan asam. Kuman ini juga dapat tahan terhadap keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (tidak aktif), dan aerob (membutuhkan Oksigen untuk hidup).

2.3.1 Klasifikasi Penyakit
Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1.      Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis TB paru dapat dibagi, yaitu:
A.    TB Paru BTA Positif yaitu: 
·         Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif
·         Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
·         Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan Positif
B.    TB Paru BTA Negatif yaitu :
·         Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
·         Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan menunjukkan tuberkulosis positif.
2.      Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput otak, kelenjar limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus, saluran kemih, ginjal, alat kelamin dll).



2.4 EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS PARU
          Di Negara industry diseluruh dunia,angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TBC menunjukkan penurunan.Tetapi sejak tahun 1980-an,grafik menetap dan meningkat didaerah dengan prevalensi HIV tinggi,Morbiditas tinggi biasanya terdapat padakelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada daerah perkotaan dari pada pedesaan.
          Insiden TBC di amerika serikat 9,4 per 100.000 penduduk pada tahun 1994(lebih dari 24.000 kasus dilaporkan).Anak yang pernah terinfeksi TBC mempunyai risiko menderita penyakit ini sepanjang hidupnya sebesar 10%.Epidemi pernah dilaporkan pada tempat orang-orang berkumpul seperti rumah perawatan ,penampungan tuna wiswa ,rumah sakit,sekolah,dan penjara .
           Menurut hasil SKRT (survey kesehatan rumah tangga) tahun 1986,penyakit tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab kematian ke 3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak dimasyarakat.
          SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu urutan kedua.Pada tahun 1999 di jawa tengah,penyakit tubekulosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan dirumah sakit,sedangkan menurut SURKESNAS 2001 ,TBC menempati urutan ke-3 penyebab kematian(9,4%).
         WHO memperkirakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta pertahun di seluruh dunia pada tahun 1999,dengan jumlah kematian sebanyak 3juta orang pertahun.Dari seluruh kematian tersebut,25% terjadi dinegara berkembang .Sebanyak 75% dari penderita berusia 15-50 tahun (usia produktif).WHO menduga kasus TBC di Indonesia merupakan nomor 3 terbesar didunia setelah cina dan di india.
       WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50% nya berasal dari Negara-negara Afrika dan Asia Amerika(Brasil).Hampir semua Negara ASEAN masuk dalam kategori 22 negara tersebut kecuali singapura dan Malaysia.Dari seluruh kasus di dunia ,india menyumbang 30%,cina 15%,dan Indonesia 10%.
       Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin,serta mulai merambah tidak hanya pada golongan sosial ekonomi rendah saja.Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan presentase pada penderita TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun(23,67%),di ikuti 35-44 tahun (20,46),15-24 tahun (18,08),45-54 tahun(17,48),55-64%(12,32%),lebih dari 65 tahun(6,68) dan terendah adalah 0-14 tahun (1,31%).Gambaran diseluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai dengan bertambahnya umur,dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
Laporan dari seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.230 penderita TBC BTA (+) terdapat 43 .294 laki-laki (56,79%) dan 32.936 perempuan (43,21%). Dari seluruh penderita tersebut,angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan .Rendahnya angka kesembuhan disebabkan oleh beberapa factor ,yaitu penderita (perilaku,karakteristik,sosial ekonomi),petugas (perilaku,keterampilan),ketersediaan obat, lingkungan(geografis),PMO (pengawas  minum obat) serta virulensi dan jumlah kuman.
2.4.1 EPIDEMIOLOGI GLOBAL
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama.Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency.TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB.Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang.Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun.Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematianyang muncul terjadi di Asia.
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan :
1.Kemiskinan pada berbagai penduduk ,tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu .
2.Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia hidup.
3.Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk dikelompok yang rentan terutama dinegeri-negeri miskin.
4.Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter .
5.Terlantar dan kekurangannya biaya untuk obat,sarana diagnostic,dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
6.Adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.
Pada tahun 1998 diperkirakan TB china,india dan Indonesia berturut-turut 1.828.000 , 1.414.000, dan 591.000 kasus.Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahaun 1998.Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemi infeksi HIV,tapi hal ini mungkin akan berubah di masa datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun. Suatu survei mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1979-1982 di perlihatkan pada tabel 1
Tabel 1. Prevalensi  TB diantara tahun 1979-1982 Di 15 provinsi di Indonesia
Tahun survey
Provinsi
Jumlah penduduk tahun 1982(juta)
Prevalensi positif hapusan BTA sputum(%)
1979
Jawa Tengah
26.2
0.13
1980
Bali
2.5
0.08
1980
DKI Jaya
7.0
0.16
1980
DI Yogyakarta
2.8
0.31
1980
Jawa Timur
30.0
0.34
1980
Sumatra Utara
8.8
0.53
1980
Sulawesi Selatan
6.2
0.45
1980
Sumatra selatan
4,9
0.42
1980
Jawa Barat
28.9
0.31
1980
Kalimantan Barat
2.6
0.14
1980
Sumatra Barat
3.5
0.38
1981
Aceh
2.7
0.15
1981
Kalimantan Timur
1.3
0.52
1981
Sulawesi Utara
2.2
0.30
1982
Nusa Tenggara Timur
2.8
0.74
Modifikasi dari Aditama:rata-rata prevalensi TB pada 15 propinsi:0.29%, prevalensi tertinggi ada di NTT 0.74% yang terendah di Bali 0.08%. pada tahun 1990 prevalensi di jakarta 0.16%.


2.5 GEJALA KLINIK TUBERKULOSIS

Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal dan gejala sistemik. Keluhan yang timbul dari paru-paru akan banyak tergantung pada jaringan paru yang rusak karena proses penyakit Tuberkulosis paru dan bagaimana bentuk kerusakan yang ada. Perlu diketahui bahwa tidak ada keluhan yang khas untuk Tuberkulosis paru artinya keluhan yang ada akan menyerupai keluhan pada penyakit lain atau bahkan tidak ada keluhan sama sekali dan ditemukan pada saat penderita medical check-up.

Pembagian gejala klinik TB paru yaitu:
a.        Gejala respiratori atau lokal, diantaranya :

1. Batuk/ batuk darah
Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk – produk radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan sejak awal peradangan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

2. sesak napas
Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan. Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.

3. Nyeri dada
       Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

4. Wheezing
Biasanya terjadi oleh karena penyempitan lumen endobronkus oleh karena sekret, bronkiektasis, jaringan granulasi dan adanya ulserasi.

b. Gejala Sistemik
Gejala umum yang terjadi pada penderita penyakit TB paru pada umumnya sebagai berikut :
1.      Menggigil
Dapat terjadi apabila suhu tubuh meningkat dengan cepat atau pada reaksi umum yang lebih hebat.

2.      Keringat Malam
Tidak patognomonis untuk penyakit TB paru. Keringat malam pada umumnya bila proses telah lanjut kecuali pada orang-orang dengan vasomotor yang labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
3.      Demam
Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang – kadang panas badan dapat mencapai 40 – 41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sementara, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Hal ini terjadi terus menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi bakteri Tuberkulosis yang masuk.
4.      malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia ( tidak ada nafsu makan), badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.5.1 PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
a.    Status generalis
1. BMI gizi buruk, Kemungkinan terjadinya penurunan berat badan ada banyak, salah satunya TB paru.
2. Suhu termasuk subfebris, kemungkinan terjadinya subfebris jika terkena infeksivirus, atau infeksi bakteri yang kronis, dapat juga mendukung diagnosis TBC karena,TBC merupakan suatu infeksi kronis.
3. Kenaikan denyut nadi bisa dikarenakan naiknya suhu tubuh.
4. Adanya peningkatan RR  dalam keadaan normal (tidak sehabis olahraga),kemungkinan adanya masalah pada paru atau saluran napas.

b.   Status lokalis
  1. Pernapasan bronkial, bisa ada dua kemungkinan jika didengar di bagian sentral berarti normal,jika terdengar di daerah perifer kemungkinan mengalamiinfiltrasi/konsolidasi, mendukung kearah TBC.
  2. Ronki, jika terdengar nyaring maka kemungkinan di sekitar sumber ronki terdapatinfiltrate/konsolidasi.
  3. Amforik, amforik adalah tanda bunyi seperti meniup botol kosong, pada kasus ini kemungkinan adanya cavitas pada paru, bisa terjadi akibat abses paru yang telah dikosongkan jaringan nekrotiknya dengan batuk, atau TB paru.Amforik pada apeks paru menandakan bahwa kelainan paru berada pada apeks paru, kemungkinan penyebabnya adalah kuman TBC karena kuman TBC hampir selalu membuat kelainan pada apeks paru.

2.6 Pencegahan Tuberculosis Paru
Pencegahan tuberculosis paru dapat dilakukan dengan :
1.      Mencegah kontak dengan penderita TB paru
2.      Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TB paru, bahaya-bahayanya, cara penularannya serta usaha pencegahannya.
3.      Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).
4.      Memperbaiki standar hidup dengan melaksanakan pola hidup bersih.
5.      Pasteurisasi susu sapi
6.      Memberikan kemoprofilaksis baik primer (untuk mencegah penularan/infeksi pada kelompok yang berkontak erat dengan penderita TB dewasa aktif)  maupun sekunder (untuk mencegah sakit TB pada penderita yang sudah terinfeksi namun belum sakit).

Bagi penderita yang terkena tuberculosis paru dapat juga membantu mencegah agar orang sekitarnya tidak terkena, yaitu :
1.      Tinggal di rumah.
Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain
2.      Ventilasi ruangan.
Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan menggunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar.
3.      Tutup mulut menggunakan masker.
Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ketika di diagnosis tuberculosis. Jangan lupa untuk membuangnya secara tepat.

2.7 Cara penularan penyakit tuberkulosis paru

Penularan tuberculosis paru terjadi melalui udara (inhalasi/ airborne infection), disebabkan karena bakteri Mycobacterium tuberculosis dibatukkan atau dibersinkan oleh seorang penderita TB BTA(+) sehingga keluar dalam bentuk droplet nuclei ke udara sekitar. Partikel ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam dan bisa berbulan-bulan jika dalam suasana lembab dan gelap. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, droplet nuclei tersembur/ terpercik dan bila partikel infeksi (droplet) ini terhirup oleh orang sehat, droplet nuclei  ini akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Bilamana droplet nuclei  tersebut berhasil  masuk sampai ke dalam alveolus atau mukosa bronkiolus dari orang yang menghirupnya, droplet nuclei akan menetap dan basil-basil tuberculosis ini akan mendapat kesempatan membelah diri (berkembang biak) sehingga pada akhirnya akan terjadi infeksi tuberculosis.
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan kemudian bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfa atau langsung ke organ terdekatnya. Setiap 1 BTA(+) akan menularkan kepada sekitar 10-15 orang lainnya.
Tingkat atau derajat penularan tergantung kepada beberapa hal, antara lain;
a.    Banyaknya basil tuberculosis dalam sputum
Departemen Kesehatan RI (2008) menjelaskan daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
b.    Ventilasi
Ventilasi yang baik mengakibatkan adanya pertukaran udara dari dalam rumah/ ruangan dengan udara segar dari luar, sehingga mengurangi penularan dari penghuni-penghuni lain yang serumah.
c.    Cahaya matahari/ sinar ultraviolet
Basil tuberculosis tidak tahan terhadap cahaya matahari, jadi kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil.
d.   Daya tahan orang yang menghirup
Sistem imun tubuh yang menurun lebih memungkinkan basil-basil tuberculosis berkembang biak dan keadaan ini yang menyebabkan timbulnya penyakit tuberculosis paru.

2.8 Peranan Keluarga dan Masyarakat dalam Penyakit TB Paru
2.8.1 Mendidik pasien tentang obat
Kadang-kadang pasien meminum obat dengan cara yang salah, baik dengan mengurangi dosis agar pengobatannya berlangsung lebih lama atau menambahnya dengan harapan akan lebih cepat sembuh. Mereka minum obat pada waktu yang tidak tepat atau lupa akan dosisnya. Pasien yang mendapat pengobatan jangka panjang sering berhenti meminum obatnya tetlalu dini.
Hal ini terjadi karena pasien tidak mengerti akan kerja obat dalam tubuh.Akibatnya,mereka kadang-kadang tidak sembuh dan obat terbuang percuma.
Para pekerja kesehatan harus sangat peduli untuk menerangkan kepada pasien bagaimana cara meminum obat mereka,terangkan dengan cara yang sederhana mengapa obat-obat tertentu harus diminum dengan cara tertentu.Dengan demikian pasien akan belajar bahawa:
·         Masing-masing obat memiliki cara kerja tersendiri. Obat yang dapat dipakai pada satu keadaan tidak bermanfaat untuk keadaan lain.
·         Besarnya dosis sangat penting ; bila terlalu sedikit maka daya kerjanya terlalu lemah untuk memperbaiki keadaan,dan  bila terlalu kuat dapat meracuni pasien. Dosis untuk anak-anak lebih sedikit dari pada dosis untuk dewasa.
·         Pengobatan harus teratur untuk menjamin bahwa kadar obat yang diinginkan dalam tubuh tercapai.
·         Semua tahapan pengobatan harus dijalani dengan lengkap; bila tidak pasien dapat kembali jatuh sakit dengan keadaan yang lebih parah daripada sebelumnya obat harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak,yang mungkin memakannya karena mirip gula-gula dan dapat meracuni mereka.
2.8.2 Pendidikan Khusus
Pasien tuberkulosis atau lepra yang harus minum obat selama beberapa bulan perlu diberi banyak penjelasan dan dorongan. Mereka harus tetap minum tabletnya walaupun mereka sudah merasa lebih baik, bila tidak penyakitnya akan kambuh lagi.
2.8.3 Fungsi keluarga
a)      Fungsi efektif
Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif,merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antara sesama anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga terutama anggota keluarga yang menderita tuberkulosis paru.

b)     Fungsi sosialisasi
Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anggota keluarganya menjadi anggota masyarakat yang baik, mampu menyesuaikan diri dan dapat berinteraksi dengan lingkungan.



c)      Fungsi kesehatan
1)      Mengenal masalah kesehatan
Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah sejauh mana pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam keluarga dalam hal ini Tuberkulosis Paru.
2)      Pola nutrisi
Kebiasaan makan dalam keluarga sangat mempengaruhi penularan tuberkulosis paru. Jika ada anggota keluarga yang menderita Tuberkulosis Paru. Jika ada anggota keluarga yang menderita Tuberkulosis Paru, maka keluarga harus memperhatikan gizi yaitu tinggi kalori tinggi protein, memisahkan peralatan makan penderita seperti piring, sendok, gelas agar tidak terjadi penularan pada anggota keluarga yang lain.
3)      Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur menjadi satu dengan penderita, tidur di lantai tanpa alas atau kasur akan memperparah keadaan. Seorang penderita Tuberkulosis Paru biasanya mengalami kesulitan tidur pada malam hari, demam, dan berkeringat banyak.
4)      Pola aktivitas
Aktivitas kerja yang belebihan tanpa istirahat juga akan memperparah keadaan, karena penderita cenderung mengalami kelemakan,kelelahan umum,nafas pendek, nyeri dada, dan sesak nafas.
2.8.4 Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Pengawasan menelan obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara langsung terhadap penderita tuberkulosis paru pada saat minum obat setiap harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek. Menurut Ditjen PPM dan PLP (1997) bahwa tujuan penggunaan Pengawas Menelan Obat (PMO) pada penderita tuberkulosis paru adalah :
1)      untuk menjamin ketekunan dan keteraturan pengobatan sesuai jadwal yang ditentukan pada awal pengobatan,
2)      untuk menghindari penderita dari putus berobat sebelum waktunya,
3)      untuk mengurangi keuntungan pengobatan dan kekebalan terhadap OAT.
Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah:
a.         Bersedia mendapatkan penjelasan di poliklinik.
b.        Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
c.         Mengigatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan.
d.        Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.
e.         Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat.
f.         Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.
g.        Melakukan kunjungan rumah
h.        Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberkulosi yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuber kulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.
2.8.5 Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Lingkungan (Masyarakat)
Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi, baik pemerintah, swasta, maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Banyak pula proyek pengadaan sarana sanitasi lingkungan dibangun untuk masyarakat, misalnya jamban (kaskus, WC) keluarga, jamban umum, MCK (sarana mandi, cuci, dan kaskus), tempat sampah, dsb. Namun karna prilaku masyarakat, sarana atau fasilitas sanitasi tersebut kurang dipelihara, maka dari itu diperlukan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
Pendekatan pendidikan dan motivasi kepada masyarakat bisa dapat berupa apapun, seperti pertunjukan film dan slide, ceramah, pertemuan desa, dan panitia kesehatan, guna membangkitkan kesadaran kesehatan pada masyarakat desa

2.9 PERAN PEMERINTAH TERHADAP  PENANGGULANGAN PENYAKIT TB PARU

Besar dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua pihak untuk dapat
berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB, salah satunya peran pemerintah dalam menanggulangi penyakit tb paru. Kerugian yang diakibatkan penyakit ini sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Indonesia sebagai negara ketiga terbesar di dunia dalam jumlah penderita TB setelah India dan Cina, telah berkomitmen mencapai target dunia dalam penanggulangan tuberkulosis. Strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO telah diimplementasikan dan diekspansi secara bertahap keseluruh unit pelayanan kesehatan dan institusi terkait. Berbagai kemajuan telah dicapai, namun tantangan program di masa depan tidaklah lebih ringan, meningkatnya kasus HIV serta bervariasinya komitmen akan  menjadikan program yang saat ini sedang dilakukan ekspansi akan menghadapi masalah dalam hal pencapaian target global, sebagaimana tercantum pada Millenium Development Goals (MDG).

Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru - Paru. Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Para  Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin dan Ethambutol selama 6 bulan. Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS
menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.

2.9.1 KEBIJAKAN PEMERINTAH
a)      Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan   Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program dalam kerangka otonomi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)
b)      Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
c)      Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB
d)     Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB
e)      Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi : Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS)
f)       Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional
g)      Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring
h)      Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.
i)        Ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program
j)        Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB
k)      Penanggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV
l)        Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
m)    Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

2.9.2 DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.

DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1.      Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2.      Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3.      Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah
4.      Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5.      Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT diartikan sebagai  pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
2.9.2.1 Tujuan
1. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
2. Mencegah putus berobat
3. Mengatasi efek samping obat jika timbul
4. Mencegah resistensi

2.9.2.2 Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT

2.9.2.3 DOTS Plus
1.      Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS
2.      Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
3.      DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi DOTS
4.      Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
2.9.3 Penelitian Tuberkulosis
Upaya yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI dalam mencapai target global maupun nasional penanggulangan tuberkulosis antara lain melaksanakan penelitian di bidang tuberkulosis. Penelitian di bidang TB diperlukan untuk menyusun perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan penanggulangan TB. Penelitian di bidang TB dapat meliputi penelitian operasional dan penelitian ilmiah (scientific).

Penelitian operasional tuberkulosis didefinisikan sebagai penilaian atau telaah terhadap unsur-unsur yang terlibat dalam pelaksanaan program atau kegiatan - kegiatan yang berada dalam kendali manajemen program tuberkulosis. Hal-hal yang dapat ditelaah dalam penelitian operasional tuberculosis, antara lain meliputi: sumber daya, akses pelayanan kesehatan, pengendalian mutu pelayanan, keluaran dan dampak yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja program penanggulangan nasional tuberkulosis.

Penelitian operasional dapat dibagi atas dua jenis yaitu penelitian observasional dimana tidak ada manipulasi variabel bebas dan penelitian eksperimental yang diikuti dengan tindakan/intervensi terhadap variabel bebas. Penelitian observasional bertujuan menentukan status atau tingkat masalah, tindakan atau intervensi pemecahan masalah serta membuat hipotesis peningkatan kinerja program. Penelitian eksperimental melakukan intervensi terhadap input dan proses guna meningkatkan kinerja program.

2.10 FAKTOR RESIKO TB PARU

1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.



2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.

3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.

8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.

9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.

10. Kelembaban udara
 Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.

12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya
























KESIMPULAN

Pada skenario pasien mengalami penyakit tuberkulosis dan terjadi infeksi saluran nafas yang dapat menular, Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, yang mana sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gejala TB paru adalah batuk berdahak, nyeri dada, sesak napas, mengi, demam, menggigil, keringat malam, dan anoreksia.
Usaha pencegahan dari tuberkulosis ini, dokter atau tenaga medis dapat menjelaskan pada masyarakat/pasien baik secara individu ataupun kelompok mengenai apa itu yang dimaksud dengan tuberkulosis, penyebab timbul tuberkulosis, cara penularan tuberkulosis, gejala yang ditimbulkan tuberkulosis, dan faktor resiko yang dapat terkena tuberkulosis ini. sehingga keluarga ikut berperan dalam pencegahan tuberkulosis, Sebagai pelayanan kesehatan sangat perlu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar strategi DOTS dapat diterapkan dengan benar dan TB dapat ditanggulangi dengan baik,  dengan tujuannya untuk Mencapai angka kesembuhan yang tinggi, Mencegah putus berobat, Mengatasi efek samping obat jika timbul dan Mencegah resistensi.




















DAFTAR PUSTAKA
Widoyono,Penyakit Tropis,Erlangga,Jakarta,2008
Buku Ajar,Ilmu Penyakit Dalam,FKUI,Jakarta,2009
Widoyono.Penyakit Tropis.2005.Erlangga.Semarang
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Repository Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).Tuberculosis.
Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya:Airlangga University Press
U Krisnawati,2005,Peran PMO Keluarga dalam Keberhasilan Pengobatan,Semarang
WHO;Manajemen Pelayanan Kesehatan edisi 2;Penerbit Buku Kedokteran EGC
Penanggulangan Nasional Tuberkulosis edisi 2 cetakan pertama Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007.
Skripsi mahasiswa fakultas UNPRI
Prof.Dr.Rab,Tabrani H. 2010.Ilmu Penyakit Paru.Jakarta:Trans Info Media
Buku ajar tuberculosis klinis edisi 2 2001 Jhon crofton
Repository Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Tuberculosis. “http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705742_chapter2.pdf

Hiswani. “Tuberculosis merupakan Penyakit Infeksi yang masih menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat”. Repository Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara



Tidak ada komentar:

Posting Komentar