BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis masih merupakan salah satu
penyakit infeksi saluran nafas yang masih sering ditemukan di Indonesia.
Penyakit ini terutama menyerang golongan masyarakat menengah ke bawah. Tetapi
ada trend juga menyerang golongan masyarakat menengah ke atas, yang merupakan
bagian dari penyakit – penyakit yang timbul pada AIDS. Penularan lebih cepat
terjadi pada mereka yang hidup di lingkungan yang kumuh dan dengan rumah yang
memiliki sirkulasi/ventilasi udara yang sangat buruk.
Untuk
menangani tuberkulosis ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa
kunci keberhasilan program penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan
strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu
pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat
ditanggulangi dengan baik, maka sebagai tenaga medis harus mampu melakukan
pencegahan dan penyuluhan mengenai tuberkulosis, serta berbagai peran juga
diperlukan seperti peran pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk dapat
menanggulangi penyakit tuberkulosis dan penyakit menular lainnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KLASIFIKASI INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN YANG MENULAR
2.1.1 TUBERKULOSIS PARU
Perhatian aktivis kesehatan sedunia
dikejutkan oleh deklarasi “kedaruratan global”(the global emergency)
tuberkulosis (TBC) pada tahun 1993 dari WHO,karena sebagian besar negara-negara
didunia tidak berhasil mengendalikan penyakit TBC.Hal ini disebabkan oleh
rendahnya angka kesembuhan penderita yang berdampak pada tingginya
penularan.Penyakit ini kembali menjadi perhatian dengan adanya fenomena ledakan
kasus HIV/AIDS dan kejadian MDR(multidrug resistance).Penyakit tuberkulosis
merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan
tubuh.Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting.
Penyakit tuberkulosis sudah ada
sejak ribuan tahun sebelum masehi.Menurut hasil penelitian ,penyakit
tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir kuno yang dibuktikan dengan penemuan
pada mumi ,dan penyakit ini juga sudah ada pada kitab pengobatan Cina “pen
tsao” sekitar 5000 tahun yang lalu.Pada tahun 1882,Ilmuan Robert Koch berhasil
menemukan kuman tuberkulosis,yang merupakan
penyebab penyakit ini.Kuman ini berbentuk batang(basil) yang dikenal
dengan nama”Mycobacterium tuberculosis”.
Dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS
dari tahun ke tahun,diperkirakan kasus TBC menjadi bertambah (reemerging
disease).Ronal Bayer,seorang ahli kesehatan masyarakat Amerika Serikat
,menyatakan bahwa kasus TBC merupakan bukti kegagalan para ahli kesehatan
masyarakat,dengan adanya fakta bahwa peningkatan status ekonomi mampu
menurunkan kasus secara signifikan.
2.1.1.1 PENULARAN
Penyakit tuberkulosis yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara(droplet
nucley) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung
bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.Bila penderita batuk
,bersin,atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain,basil tuberkulosis
tersembur dan terhisap kedalam paru orang sehat.masa inkubasinya selama 3-6
bulan.
Resiko
tereinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi
dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu lainnya.Resiko
tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia dibawah 3 tahun, resiko
rendah pada masa kanak-kanak,
dan
meningkat lagi pada masa remaja,dewasa muda,dan lanjut usia.Bakteri masuk
kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian
tubuh lain melalui peredaran darah,pembuluh limfe,atau langsung ke organ
terdekatnya.
Setiap satu BTA positif akan menular
kepada 10-15 orang lainnya,sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular
TBC adalah 17%.Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya
keluarga serumah) akan dua kali lebih beresiko dibandingkan kontak
biasa(seperti serumah).
Seorang penderita dengan BTA (+)
yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini.Sebaliknya
,penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan.Angka risiko penularan
infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi .Di Indonesia
angka ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga
yang akan terinfeksi TBC.Setengah dari mereka BTA –nya akan positif (0,5%).
2.1.2
PERTUSIS
Pertusis adalah penyakit infeksi saluran napas akut yang
terutama menyerang anak.Arti kata pertusis adalah batuk yang intensif ,sehingga
penyakit ini sering disebut batuk rejan ,whooping cough,tussin quinta,violent
cough,atau batuk 100 hari kare sifat batuknya yang lama dan khas.Penyakit ini
sudah ditemukan sejak tahun 1578,meskipun kuman penyebabnya sendiri baru
diketahui tahun 1908 Bordet dan Gengou.
2.1.2.1
PENULARAN
Pertusis ditularkan melalui
droplet,Sebagian besar bayi tertular oleh saudaranya dan kadang-kadang oleh
orang tuanya.Penyakit ini sangat menular dan dapat menyerang dengan rata-rata
serangan mencapai 80-100% pada kelompok yang rentan .Masa inkubasinya selama
6-20 hari dengan rata-rata 7 hari.Manusia merupakan satu-satunya pejamu organisme
ini.
2.1.3
SARS
Severe acute respiratory syndrome(SARS) atau sindrom
pernafasan akut berat adalah sindrom akibat infeksi virus pada paru yang
bersifat mendadak dan menunjukkan gejala gangguan pernapasan pada pasien yang
mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS.
2.1.3.1
PENULARAN
Penularan terjadi melalui droplet (batuk,bersin,atau
bicara)dari pasien yang telah terinfeksi virus.Selain itu ,kontak erat dengan
pasien juga dapat menularkan penyakit dengan mekanisme yang belum diketahui
secara pasti.Kontak erat menurut WHO adalah mereka yang merawat , hidup bersama
dengan pasien ,atau kontak langsung dengan sekret pernapasan dan cairan tubuh
pasien.Penularan melalui droplet dapat terjadi bila jarak dengan pasien sekitar
dua meter.Virus diketahui senang berada pada mukosa saluran napas.
2.1.4
DIFTERIA
Difteria adalah suatu infeksi akut
yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pencernaan atau kulit yang
disebabkan oleh basil gram positif corynebacterium diphtheriae,ditandai oleh
terbentuknya eksudat yang membentuk membran pada tempat infeksi dan diikuti
oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh
basil ini.
2.1.4.1 PENULARAN
Penularan penyakit in i melalui
droplet saat penderita (atau karier) batuk,bersin,dan berbicara.Akan tetapi,debu
atau muntahan juga menjadi media penularan.Masa inkubasinya adalah 2-5
hari.Karier adalah orang yang terinfeksi bakteri pada hidung atau tenggorokan
tetapi tidak mengalami gejala penyakit.Penyakit ini sangat menular keteman
sekolah satu kelas,teman bermain,dan tetangga.
Kuman difteria masuk kedalam tubuh
manusia melalui mukosa atau selaput lendir.Kuman akan menempel dan berkembang
dan berkembang biak pada mukosa saluran napas atas.Selanjutnya kuman akan
memproduksi toksin yang merembes dan menyebar ke daerah sekitar dan ke seluruh
tubuh dengan melalui pembuluh darah dan limfe.
2.1.5
ANTRAKS
Antrak adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman bacillus anthracis
pada binatang (zoonotik)ternak dan binatang buas yang bisa ditularkan ke
manusia.Suatu basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan kemanusia melalui
kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari binatang yang
terkontaminasi.
2.1.5.1 PENULARAN
- Kontak dengan kulit manusia yang lesi,lecet,atau abrasi.
- Mengkonsumsi daging yang terkontaminasi kumn negatif atau spora melalui tangan.
- Menghisap spora ditempat kerja yang berkaitan dengan produk hewan.
- Digigit serangga yang baru saja menggigit hewan infektif (jarang).
2.1.6
FLU BURUNG
Avian influenza (AI) atau flu burung
(bird flu) merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa
mengenai unggas,virus influenza sendiri termasuk dalam famili orthomyxoviruses.
2.1.6.1 PENULARAN
Mekanisme penularan flu burung pada
manusia melalui beberapa cara:
- Virus → unggas liar → unggas domestik → manusia
- Virus → unggas liar → unggas domestik → babi → manusia
- Virus → unggas liar → unggas domestik → (dan babi) → manusia → manusia
2.1.7 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
ISPA merupakan penyakit utama
penyebab kematian bayi dan sering menempati urutan pertama angka kesakitan
balita.Penanganan dini terhadap penyakit ISPA terbukti dapat menurunkan
kematian.ISPA merupakan penyakit saluran pernapas akut dengan perhatian khusus
pada radang paru (pneumonia) dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan.
2.1.8 INFLUENZA
Influenza merupakan suatu penyakit
infeksi akut saluran pernapasan yang dapat menjalar dengan cepat dilingkungan
masyarakat.Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang
berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang
terbatas.
2.2 ETIOLOGI
TUBERKULOSIS PARU
Penyebab
penyakit tuberculosis adalah bakteri mycobacterium tuberculosis dan
mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron kali 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang
tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung,
tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama
asam mikolat).
Bakteri
ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alcohol sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA) serta
tahan terhadap zat kimia dan fisik . kuman tuberkulosis juga tahan dalam
keadaan kering dan dingin bersifat dorman dan aerob.
Bakteri
tuberculosis ini mati pada pemanasan 100oC
selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit dan
dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di
udara terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara . Data pada tahun 1993 melaporkan
bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40
kali pertukaran udara per jam.
2.3 DEFENISI TB PARU
TB
Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal
pada manusia dan disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (ditemukan oleh
Koch 1882) dengan gejala yang sangat bervariasi. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus dan agak
bengkok, berglanular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan
luar tebal yang terdiri dari lipid (terutama asam mikolat) oleh karena itu
kuman ini dapat tahan dalam keadaan asam. Kuman tuberculosis ini dapat bertahan
dalam suasana asam sehingga sering disebut basil tahan asam. Kuman ini juga dapat
tahan terhadap keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (tidak aktif), dan
aerob (membutuhkan Oksigen untuk hidup).
2.3.1 Klasifikasi Penyakit
Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi
2, yaitu:
1.
Tuberkulosis
Paru
Tuberkulosis
Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura. Berdasarkan
pemeriksaan mikroskopis TB paru dapat dibagi, yaitu:
A.
TB
Paru BTA Positif yaitu:
·
Sekurang-kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif
·
Hasil
pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
·
Hasil
pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan Positif
B.
TB
Paru BTA Negatif yaitu :
·
Hasil
pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
·
Hasil
pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan menunjukkan
tuberkulosis positif.
2.
Tuberkulosis
ekstra paru
Tuberkulosis
yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput otak, kelenjar
limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus, saluran kemih,
ginjal, alat kelamin dll).
2.4 EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS PARU
Di Negara industry diseluruh
dunia,angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TBC menunjukkan
penurunan.Tetapi sejak tahun 1980-an,grafik menetap dan meningkat didaerah
dengan prevalensi HIV tinggi,Morbiditas tinggi biasanya terdapat padakelompok
masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada
daerah perkotaan dari pada pedesaan.
Insiden TBC di amerika serikat 9,4
per 100.000 penduduk pada tahun 1994(lebih dari 24.000 kasus dilaporkan).Anak
yang pernah terinfeksi TBC mempunyai risiko menderita penyakit ini sepanjang
hidupnya sebesar 10%.Epidemi pernah dilaporkan pada tempat orang-orang
berkumpul seperti rumah perawatan ,penampungan tuna wiswa ,rumah
sakit,sekolah,dan penjara .
Menurut hasil SKRT (survey kesehatan
rumah tangga) tahun 1986,penyakit tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab
kematian ke 3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak dimasyarakat.
SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah
penderita penyakit tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian
terbanyak yaitu urutan kedua.Pada tahun 1999 di jawa tengah,penyakit
tubekulosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan dirumah
sakit,sedangkan menurut SURKESNAS 2001 ,TBC menempati urutan ke-3 penyebab
kematian(9,4%).
WHO memperkirakan terjadi kasus TBC
sebanyak 9 juta pertahun di seluruh dunia pada tahun 1999,dengan jumlah
kematian sebanyak 3juta orang pertahun.Dari seluruh kematian tersebut,25%
terjadi dinegara berkembang .Sebanyak 75% dari penderita berusia 15-50 tahun
(usia produktif).WHO menduga kasus TBC di Indonesia merupakan nomor 3 terbesar
didunia setelah cina dan di india.
WHO menyatakan 22 negara dengan beban
TBC tertinggi di dunia 50% nya berasal dari Negara-negara Afrika dan Asia
Amerika(Brasil).Hampir semua Negara ASEAN masuk dalam kategori 22 negara
tersebut kecuali singapura dan Malaysia.Dari seluruh kasus di dunia ,india
menyumbang 30%,cina 15%,dan Indonesia 10%.
Penyakit ini menyerang semua golongan
umur dan jenis kelamin,serta mulai merambah tidak hanya pada golongan sosial
ekonomi rendah saja.Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan
presentase pada penderita TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun(23,67%),di ikuti
35-44 tahun (20,46),15-24 tahun (18,08),45-54 tahun(17,48),55-64%(12,32%),lebih
dari 65 tahun(6,68) dan terendah adalah 0-14 tahun (1,31%).Gambaran diseluruh
dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur,dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita
laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
Laporan
dari seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari
76.230 penderita TBC BTA (+) terdapat 43 .294 laki-laki (56,79%) dan 32.936
perempuan (43,21%). Dari seluruh penderita tersebut,angka kesembuhan hanya
mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan .Rendahnya angka kesembuhan
disebabkan oleh beberapa factor ,yaitu penderita (perilaku,karakteristik,sosial
ekonomi),petugas (perilaku,keterampilan),ketersediaan obat, lingkungan(geografis),PMO
(pengawas minum obat) serta virulensi
dan jumlah kuman.
2.4.1 EPIDEMIOLOGI GLOBAL
Walaupun
pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama.Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency.TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB.Pada tahun 1998 ada 3.617.047
kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.
Sebagian
besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negara-negara
yang sedang berkembang.Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu
20-49 tahun.Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari
65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematianyang muncul terjadi di Asia.
Alasan
utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan :
1.Kemiskinan
pada berbagai penduduk ,tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang tetapi
juga pada penduduk perkotaan tertentu .
2.Adanya
perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari
struktur usia manusia hidup.
3.Perlindungan
kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk dikelompok yang rentan terutama
dinegeri-negeri miskin.
4.Tidak
memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter .
5.Terlantar
dan kekurangannya biaya untuk obat,sarana diagnostic,dan pengawasan kasus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
6.Adanya
epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.
Pada
tahun 1998 diperkirakan TB china,india dan Indonesia berturut-turut 1.828.000 ,
1.414.000, dan 591.000 kasus.Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di
Indonesia adalah 266.000 tahaun 1998.Prevalensi nasional terakhir TB paru
diperkirakan 0,24%.Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative
terlepas dari angka pandemi infeksi HIV,tapi hal ini mungkin akan berubah di
masa datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun
ketahun. Suatu survei mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi
Indonesia tahun 1979-1982 di perlihatkan pada tabel 1
Tabel 1. Prevalensi TB diantara tahun 1979-1982 Di 15 provinsi
di Indonesia
|
|||
Tahun survey
|
Provinsi
|
Jumlah
penduduk tahun 1982(juta)
|
Prevalensi
positif hapusan BTA sputum(%)
|
1979
|
Jawa Tengah
|
26.2
|
0.13
|
1980
|
Bali
|
2.5
|
0.08
|
1980
|
DKI Jaya
|
7.0
|
0.16
|
1980
|
DI Yogyakarta
|
2.8
|
0.31
|
1980
|
Jawa Timur
|
30.0
|
0.34
|
1980
|
Sumatra Utara
|
8.8
|
0.53
|
1980
|
Sulawesi Selatan
|
6.2
|
0.45
|
1980
|
Sumatra selatan
|
4,9
|
0.42
|
1980
|
Jawa Barat
|
28.9
|
0.31
|
1980
|
Kalimantan Barat
|
2.6
|
0.14
|
1980
|
Sumatra Barat
|
3.5
|
0.38
|
1981
|
Aceh
|
2.7
|
0.15
|
1981
|
Kalimantan Timur
|
1.3
|
0.52
|
1981
|
Sulawesi Utara
|
2.2
|
0.30
|
1982
|
Nusa Tenggara Timur
|
2.8
|
0.74
|
Modifikasi
dari Aditama:rata-rata prevalensi TB pada 15 propinsi:0.29%, prevalensi
tertinggi ada di NTT 0.74% yang terendah di Bali 0.08%. pada tahun 1990
prevalensi di jakarta 0.16%.
2.5 GEJALA KLINIK TUBERKULOSIS
Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal dan gejala sistemik.
Keluhan yang timbul dari paru-paru akan banyak tergantung pada jaringan paru
yang rusak karena proses penyakit Tuberkulosis paru dan bagaimana
bentuk kerusakan yang ada. Perlu diketahui bahwa tidak ada keluhan yang khas
untuk Tuberkulosis paru artinya keluhan yang ada akan menyerupai keluhan pada
penyakit lain atau bahkan tidak ada keluhan sama sekali dan ditemukan pada saat
penderita medical check-up.
Pembagian gejala klinik TB paru yaitu:
a.
Gejala respiratori atau lokal,
diantaranya :
1. Batuk/ batuk darah
Batuk terjadi karena ada iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk – produk
radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu – minggu atau berbulan – bulan sejak awal peradangan. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
2. sesak napas
Jika sakit masih ringan, sesak nafas
masih belum dirasakan. Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.
3. Nyeri dada
Hal ini jarang
ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik atau melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
Biasanya terjadi oleh karena penyempitan lumen endobronkus oleh
karena sekret, bronkiektasis, jaringan granulasi dan adanya ulserasi.
b. Gejala Sistemik
Gejala umum yang terjadi pada penderita
penyakit TB paru pada umumnya sebagai berikut :
1. Menggigil
Dapat terjadi apabila suhu tubuh meningkat dengan cepat atau pada
reaksi umum yang lebih hebat.
2. Keringat Malam
Tidak patognomonis untuk penyakit TB paru. Keringat malam pada
umumnya bila proses telah lanjut kecuali pada orang-orang dengan vasomotor yang
labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Demam
Biasanya subfebril seperti demam
influenza. Tetapi kadang – kadang panas badan dapat mencapai 40 – 41oC.
Serangan demam pertama dapat sembuh sementara, tetapi kemudian dapat timbul
kembali. Hal ini terjadi terus menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah
terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi bakteri Tuberkulosis yang
masuk.
4. malaise
Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia ( tidak ada nafsu makan), badan makin kurus, berat badan
turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
2.5.1 PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior,
serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
a.
Status generalis
1. BMI gizi buruk, Kemungkinan terjadinya penurunan berat badan ada banyak,
salah satunya TB paru.
2. Suhu termasuk subfebris, kemungkinan terjadinya subfebris jika terkena
infeksivirus, atau infeksi bakteri yang kronis, dapat juga mendukung diagnosis
TBC karena,TBC merupakan suatu infeksi kronis.
3. Kenaikan denyut nadi bisa dikarenakan naiknya suhu tubuh.
4. Adanya peningkatan RR dalam keadaan normal (tidak sehabis
olahraga),kemungkinan adanya masalah pada paru atau saluran napas.
b. Status
lokalis
- Pernapasan bronkial, bisa ada dua kemungkinan jika didengar di bagian sentral berarti normal,jika terdengar di daerah perifer kemungkinan mengalamiinfiltrasi/konsolidasi, mendukung kearah TBC.
- Ronki, jika terdengar nyaring maka kemungkinan di sekitar sumber ronki terdapatinfiltrate/konsolidasi.
- Amforik, amforik adalah tanda bunyi seperti meniup botol kosong, pada kasus ini kemungkinan adanya cavitas pada paru, bisa terjadi akibat abses paru yang telah dikosongkan jaringan nekrotiknya dengan batuk, atau TB paru.Amforik pada apeks paru menandakan bahwa kelainan paru berada pada apeks paru, kemungkinan penyebabnya adalah kuman TBC karena kuman TBC hampir selalu membuat kelainan pada apeks paru.
2.6 Pencegahan
Tuberculosis Paru
Pencegahan tuberculosis paru dapat dilakukan dengan :
1.
Mencegah kontak dengan penderita TB paru
2.
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
tentang penyakit TB paru, bahaya-bahayanya, cara penularannya serta usaha
pencegahannya.
3.
Usahakan peningkatan kekebalan tubuh
dengan vaksinasi BCG (Bacillus
Calmette Guerin).
4.
Memperbaiki standar hidup dengan
melaksanakan pola hidup bersih.
5.
Pasteurisasi susu sapi
6.
Memberikan
kemoprofilaksis baik primer (untuk mencegah penularan/infeksi
pada kelompok yang berkontak erat dengan penderita TB dewasa aktif) maupun sekunder
(untuk mencegah sakit TB pada penderita yang sudah terinfeksi namun belum
sakit).
Bagi penderita yang terkena tuberculosis paru dapat
juga membantu mencegah agar orang sekitarnya tidak terkena, yaitu :
1.
Tinggal di rumah.
Jangan
pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain
2.
Ventilasi ruangan.
Kuman
TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di mana udara tidak
bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan menggunakan
kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar.
3.
Tutup mulut menggunakan masker.
Gunakan
masker untuk menutup mulut kapan saja ketika di diagnosis tuberculosis. Jangan lupa untuk
membuangnya secara tepat.
2.7
Cara penularan penyakit
tuberkulosis paru
Penularan
tuberculosis paru terjadi melalui udara (inhalasi/ airborne infection), disebabkan karena bakteri Mycobacterium tuberculosis dibatukkan atau dibersinkan oleh seorang
penderita TB BTA(+) sehingga keluar dalam bentuk droplet nuclei ke udara sekitar. Partikel ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam dan bisa berbulan-bulan jika dalam suasana lembab
dan gelap. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan
orang lain, droplet nuclei tersembur/
terpercik dan bila partikel infeksi (droplet)
ini terhirup oleh orang sehat, droplet
nuclei ini akan menempel pada
saluran nafas atau jaringan paru. Bilamana droplet
nuclei tersebut berhasil masuk sampai ke dalam alveolus atau mukosa
bronkiolus dari orang yang menghirupnya, droplet
nuclei akan menetap dan basil-basil tuberculosis
ini akan mendapat kesempatan membelah diri (berkembang biak) sehingga pada
akhirnya akan terjadi infeksi tuberculosis.
Bakteri
ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan kemudian bisa
menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfa atau
langsung ke organ terdekatnya. Setiap 1 BTA(+) akan menularkan kepada sekitar
10-15 orang lainnya.
Tingkat
atau derajat penularan tergantung kepada beberapa hal, antara lain;
a. Banyaknya
basil tuberculosis dalam sputum
Departemen
Kesehatan RI (2008) menjelaskan daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.
b. Ventilasi
Ventilasi
yang baik mengakibatkan adanya pertukaran udara dari dalam rumah/ ruangan
dengan udara segar dari luar, sehingga mengurangi penularan dari
penghuni-penghuni lain yang serumah.
c. Cahaya
matahari/ sinar ultraviolet
Basil
tuberculosis tidak tahan terhadap
cahaya matahari, jadi kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat
kecil.
d. Daya
tahan orang yang menghirup
Sistem
imun tubuh yang menurun lebih memungkinkan basil-basil tuberculosis berkembang biak dan keadaan ini yang menyebabkan
timbulnya penyakit tuberculosis paru.
2.8 Peranan Keluarga dan Masyarakat
dalam Penyakit TB Paru
2.8.1 Mendidik pasien tentang obat
Kadang-kadang
pasien meminum obat dengan cara yang salah, baik dengan mengurangi dosis agar
pengobatannya berlangsung lebih lama atau menambahnya dengan harapan akan lebih
cepat sembuh. Mereka minum obat pada waktu yang tidak tepat atau lupa akan
dosisnya. Pasien yang mendapat pengobatan jangka panjang sering berhenti
meminum obatnya tetlalu dini.
Hal
ini terjadi karena pasien tidak mengerti akan kerja obat dalam
tubuh.Akibatnya,mereka kadang-kadang tidak sembuh dan obat terbuang percuma.
Para
pekerja kesehatan harus sangat peduli untuk menerangkan kepada pasien bagaimana
cara meminum obat mereka,terangkan dengan cara yang sederhana mengapa obat-obat
tertentu harus diminum dengan cara tertentu.Dengan demikian pasien akan belajar
bahawa:
·
Masing-masing obat memiliki cara kerja
tersendiri. Obat yang dapat dipakai pada satu keadaan tidak bermanfaat untuk
keadaan lain.
·
Besarnya dosis sangat penting ; bila
terlalu sedikit maka daya kerjanya terlalu lemah untuk memperbaiki
keadaan,dan bila terlalu kuat dapat
meracuni pasien. Dosis untuk anak-anak lebih sedikit dari pada dosis untuk dewasa.
·
Pengobatan harus teratur untuk menjamin
bahwa kadar obat yang diinginkan dalam tubuh tercapai.
·
Semua tahapan pengobatan harus dijalani
dengan lengkap; bila tidak pasien dapat kembali jatuh sakit dengan keadaan yang
lebih parah daripada sebelumnya obat harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak,yang
mungkin memakannya karena mirip gula-gula dan dapat meracuni mereka.
2.8.2 Pendidikan Khusus
Pasien
tuberkulosis atau lepra yang harus minum obat selama beberapa bulan perlu
diberi banyak penjelasan dan dorongan. Mereka harus tetap minum tabletnya
walaupun mereka sudah merasa lebih baik, bila tidak penyakitnya akan kambuh
lagi.
2.8.3 Fungsi keluarga
a)
Fungsi
efektif
Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara
instuitif,merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antara sesama anggota keluarga sehingga saling
pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga
terutama anggota keluarga yang menderita tuberkulosis paru.
b)
Fungsi
sosialisasi
Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anggota keluarganya menjadi anggota masyarakat
yang baik, mampu menyesuaikan diri dan dapat berinteraksi dengan lingkungan.
c)
Fungsi
kesehatan
1) Mengenal
masalah kesehatan
Tugas
keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah sejauh mana pengetahuan keluarga
tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam keluarga dalam hal ini
Tuberkulosis Paru.
2) Pola
nutrisi
Kebiasaan
makan dalam keluarga sangat mempengaruhi penularan tuberkulosis paru. Jika ada
anggota keluarga yang menderita Tuberkulosis Paru. Jika ada anggota keluarga
yang menderita Tuberkulosis Paru, maka keluarga harus memperhatikan gizi yaitu
tinggi kalori tinggi protein, memisahkan peralatan makan penderita seperti
piring, sendok, gelas agar tidak terjadi penularan pada anggota keluarga yang
lain.
3) Pola
istirahat dan tidur
Kebiasaan
tidur menjadi satu dengan penderita, tidur di lantai tanpa alas atau kasur akan
memperparah keadaan. Seorang penderita Tuberkulosis Paru biasanya mengalami
kesulitan tidur pada malam hari, demam, dan berkeringat banyak.
4) Pola
aktivitas
Aktivitas kerja
yang belebihan tanpa istirahat juga akan memperparah keadaan, karena penderita
cenderung mengalami kelemakan,kelelahan umum,nafas pendek, nyeri dada, dan
sesak nafas.
2.8.4 Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Pengawasan
menelan obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara langsung terhadap
penderita tuberkulosis paru pada saat minum obat setiap harinya dengan
menggunakan panduan obat jangka pendek. Menurut Ditjen PPM dan PLP (1997) bahwa
tujuan penggunaan Pengawas Menelan Obat (PMO) pada penderita tuberkulosis paru
adalah :
1) untuk
menjamin ketekunan dan keteraturan pengobatan sesuai jadwal yang ditentukan
pada awal pengobatan,
2) untuk
menghindari penderita dari putus berobat sebelum waktunya,
3) untuk
mengurangi keuntungan pengobatan dan kekebalan terhadap OAT.
Menurut
Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah:
a.
Bersedia mendapatkan penjelasan di
poliklinik.
b.
Melakukan pengawasan terhadap pasien
dalam hal minum obat
c.
Mengigatkan pasien untuk pemeriksaan
ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan.
d.
Memberikan dorongan terhadap pasien
untuk berobat secara teratur hingga selesai.
e.
Mengenali efek samping ringan obat, dan
menasehati pasien agar tetap mau menelan obat.
f.
Merujuk pasien bila efek samping semakin
berat.
g.
Melakukan kunjungan rumah
h.
Memberikan penyuluhan pada anggota
keluarga penderita tuberkulosi yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuber
kulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.
2.8.5 Peran Pendidikan Kesehatan
dalam Faktor Lingkungan (Masyarakat)
Telah
banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi, baik
pemerintah, swasta, maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Banyak pula proyek
pengadaan sarana sanitasi lingkungan dibangun untuk masyarakat, misalnya jamban
(kaskus, WC) keluarga, jamban umum, MCK (sarana mandi, cuci, dan kaskus),
tempat sampah, dsb. Namun karna prilaku masyarakat, sarana atau fasilitas
sanitasi tersebut kurang dipelihara, maka dari itu diperlukan pendidikan kesehatan
bagi masyarakat.
Pendekatan
pendidikan dan motivasi kepada masyarakat bisa dapat berupa apapun, seperti
pertunjukan film dan slide, ceramah, pertemuan desa, dan panitia kesehatan,
guna membangkitkan kesadaran kesehatan pada masyarakat desa
2.9 PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT TB PARU
Besar dan luasnya permasalahan akibat TB
mengharuskan kepada semua pihak untuk dapat
berkomitmen
dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB, salah satunya peran
pemerintah dalam menanggulangi penyakit tb paru. Kerugian yang diakibatkan
penyakit ini sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi juga
dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap
cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Indonesia sebagai negara ketiga terbesar di dunia
dalam jumlah penderita TB setelah India dan Cina, telah berkomitmen mencapai
target dunia dalam penanggulangan tuberkulosis. Strategi DOTS yang
direkomendasikan oleh WHO telah diimplementasikan dan diekspansi secara
bertahap keseluruh unit pelayanan kesehatan dan institusi terkait. Berbagai
kemajuan telah dicapai, namun tantangan program di masa depan tidaklah lebih
ringan, meningkatnya kasus HIV serta bervariasinya komitmen akan menjadikan program yang saat ini sedang
dilakukan ekspansi akan menghadapi masalah dalam hal pencapaian target global,
sebagaimana tercantum pada Millenium Development Goals (MDG).
Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah
berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok
tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan
Penyakit Paru - Paru. Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional
melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan
standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan
Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri
dari INH, Rifampisin dan Ethambutol selama 6 bulan. Pada tahun 1995, program
nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di
Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara
Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan
kesehatan dasar. Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi
DOTS
menjangkau
98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.
2.9.1
KEBIJAKAN PEMERINTAH
a)
Penanggulangan TB di
Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program dalam kerangka otonomi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga,
sarana dan prasarana)
b)
Penanggulangan TB
dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
c)
Penguatan kebijakan untuk
meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB
d) Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan
sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB
e)
Penemuan dan pengobatan
dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK), meliputi : Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah
Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan
lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS)
f)
Penanggulangan TB
dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan
program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud
Gerakan Terpadu Nasional
g)
Peningkatan kemampuan
laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu
pelayanan dan jejaring
h)
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
untuk penanggulangan TB diberikan kepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin
ketersediaannya.
i)
Ketersediaan sumber daya
manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan
mempertahankan kinerja program
j)
Penanggulangan TB lebih
diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB
k)
Penanggulangan TB harus
berkolaborasi dengan penanggulangan HIV
l)
Pasien TB tidak dijauhkan
dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
m) Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.
2.9.2 DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program
penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga
telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan
hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu
:
1. Komitmen pemerintah untuk
menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan
BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang
diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah
4. Pengadaan OAT secara
berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan
pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
2.9.2.1 Tujuan
1. Mencapai angka kesembuhan yang
tinggi
2. Mencegah putus berobat
3. Mengatasi efek samping obat jika
timbul
4. Mencegah resistensi
2.9.2.2 Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam
melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien diberikan
penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik
untuk mendapat penjelasan tentang DOT
2.9.2.3 DOTS Plus
1. Merupakan strategi pengobatan dengan
menggunakan 5 komponen DOTS
2. Plus adalah menggunakan obat
antituberkulosis lini 2
3. DOTS Plus tidak mungkin dilakukan
pada daerah yang tidak menggunakan strategi DOTS
4. Strategi DOTS Plus merupakan inovasi
pada pengobatan MDR-TB
2.9.3 Penelitian
Tuberkulosis
Upaya yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI
dalam mencapai target global maupun nasional penanggulangan tuberkulosis antara
lain melaksanakan penelitian di bidang tuberkulosis. Penelitian di bidang TB
diperlukan untuk menyusun perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk
mencapai tujuan penanggulangan TB. Penelitian di bidang TB dapat meliputi
penelitian operasional dan penelitian ilmiah (scientific).
Penelitian operasional tuberkulosis didefinisikan
sebagai penilaian atau telaah terhadap unsur-unsur yang terlibat dalam
pelaksanaan program atau kegiatan - kegiatan yang berada dalam kendali
manajemen program tuberkulosis. Hal-hal yang dapat ditelaah dalam penelitian
operasional tuberculosis, antara lain meliputi: sumber daya, akses pelayanan
kesehatan, pengendalian mutu pelayanan, keluaran dan dampak yang bertujuan
untuk meningkatkan kinerja program penanggulangan nasional tuberkulosis.
Penelitian operasional dapat dibagi atas dua jenis
yaitu penelitian observasional dimana tidak ada manipulasi variabel bebas dan
penelitian eksperimental yang diikuti dengan tindakan/intervensi terhadap
variabel bebas. Penelitian observasional bertujuan menentukan status atau
tingkat masalah, tindakan atau intervensi pemecahan masalah serta membuat
hipotesis peningkatan kinerja program. Penelitian eksperimental melakukan
intervensi terhadap input dan proses guna meningkatkan kinerja program.
2.10
FAKTOR RESIKO TB PARU
1. Faktor Umur.
Beberapa
faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis
kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian
yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru
biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB
Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua
Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah
penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita
TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara
tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%,
sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian
besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat
pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis
pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan
kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap
pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari
diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan
mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang
mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi
yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga
mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit
infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai
pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5.
Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis
kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia
per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430
batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760
batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir
semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan
wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah
untuk terjadinya infeksi TB Paru.
6.
Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni
di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak
sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah
satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya
dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah
sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan
luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit
pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya
minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali
untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang
cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
7.
Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan
luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik
atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil
TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin
atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang
lebih redup.Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah
serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah,
disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam
ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan
udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ
selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara
akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar
tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi
yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas
lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas
ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga
diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya
temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
9. Kondisi
rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko
penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat
perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan
menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik
bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.
10. Kelembaban
udara
Kelembaban udara
dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum
berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati
bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status
gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat
dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi
pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon
immunologik terhadap penyakit.
12. Keadaan
Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,
keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam
memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi.
Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun
sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan
tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan,
bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai
orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang
disekelilingnya
KESIMPULAN
Pada skenario pasien mengalami
penyakit tuberkulosis dan terjadi infeksi saluran nafas yang dapat menular,
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis, yang mana sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gejala TB paru adalah batuk berdahak,
nyeri dada, sesak napas, mengi, demam, menggigil, keringat malam, dan
anoreksia.
Usaha
pencegahan dari tuberkulosis ini, dokter atau tenaga medis dapat menjelaskan
pada masyarakat/pasien baik secara individu ataupun kelompok mengenai apa itu
yang dimaksud dengan tuberkulosis, penyebab timbul tuberkulosis, cara penularan
tuberkulosis, gejala yang ditimbulkan tuberkulosis, dan faktor resiko yang
dapat terkena tuberkulosis ini. sehingga keluarga ikut berperan dalam
pencegahan tuberkulosis, Sebagai pelayanan kesehatan sangat perlu pemahaman
tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar strategi DOTS dapat
diterapkan dengan benar dan TB dapat ditanggulangi dengan baik, dengan tujuannya untuk Mencapai angka
kesembuhan yang tinggi, Mencegah putus berobat, Mengatasi efek samping obat
jika timbul dan Mencegah resistensi.
DAFTAR
PUSTAKA
Widoyono,Penyakit
Tropis,Erlangga,Jakarta,2008
Buku
Ajar,Ilmu Penyakit Dalam,FKUI,Jakarta,2009
Widoyono.Penyakit
Tropis.2005.Erlangga.Semarang
Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Repository
Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).Tuberculosis.
Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Paru.Surabaya:Airlangga University Press
U
Krisnawati,2005,Peran PMO Keluarga dalam Keberhasilan Pengobatan,Semarang
WHO;Manajemen
Pelayanan Kesehatan edisi 2;Penerbit Buku Kedokteran EGC
Penanggulangan
Nasional Tuberkulosis edisi 2 cetakan pertama Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 2007.
Skripsi
mahasiswa fakultas UNPRI
Prof.Dr.Rab,Tabrani
H. 2010.Ilmu Penyakit Paru.Jakarta:Trans Info Media
Buku
ajar tuberculosis klinis edisi 2 2001 Jhon crofton
Repository Fakultas Kedokteran
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Tuberculosis. “http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705742_chapter2.pdf”
Hiswani. “Tuberculosis merupakan
Penyakit Infeksi yang masih menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat”. Repository
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar