Jumat, 30 November 2012

Poliomielitis



POLIOMIELITIS

2.1 DEFINISI, ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI DARI POLIOMIELITIS
2.1.1 Definisi Polio
Poliomielitis merupakan penyakit virus dengan penularan cepat dan mengenai sel anterior masa kelabu medulla spinalis dan inti motorik batang otak dan akibat kerusakkan  tersebut terjadi kelumpuhan dan atrofi otot.
Terdapat banyak terminologi untuk poliomyelitis, antara lain : Poliomielitis Anterior Akuta, Infantile Paralysis, Penyakit Heine dan Medin.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dengan beraneka ragam gambaran epidemiologis dan klinis. Dan telah diketahui sejak akhir abad XVIII. Di Indonesia penyakit ini sering dihubungkan dengan akibat salah suntik.
Poliomielitis terutama menyerang pada anak di bawah 5 tahun. Pencegahan penyakit ini sangat penting, oleh karena belum ada obat yang efektif terhadap penyakit ini. Namun, akhir-akhir ini dengan begitu agresifnya program vaksinasi di seluruh dunia, tampak bahwa insiden penyakit ini sudah menurun dengan sangat drastic, bahkan 10 tahun terkhir ini sangat jarang dijumpai terutama di Indonesia.
2.1.2 Poliomielitis terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.      Poliomielitis asimtomatis : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

2.      Poliomielitis abortif : timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea,muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.


3.      Poliomielitis non paralitik : gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk  penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.

4.      Poliomielitis paralitik : gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus.

Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
  1. Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher,abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
  2. Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak denganatau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
  3. Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.

2.2 EPIDEMIOLOGI POLIOMIELITIS
    Selama 3 dekade pertama di abad ke 20-,80-90% penderita polio adalah anak balita,kebanyakan dibawah umur 2 tahun. Tahun 1955,di Massachusett Amerika Serikat pernah terjadi wabah polio sebanyak 2.771 kasus dan tahun 1959 menurun menjadi 139 kasus.Hasil penelitian WHO tahun 1972-1982,di Afrika dan Asia Tenggara terdapat 4.214 dan 17.785 kasus. Dinegara musim dingin,sering terjadi epidemic dibulan Mei-Oktober,tetapi kasus sporadic tetap terjadi setiap saat .Di Indonesia ,sebelum perang dunia II, penyakit polio merupakan penyakit yang sporadic-endemis,epidemi pernah terjadi di berbagai daerah seperti Bliton sampai ke banda, Balikpapan, bandung Surabaya,Semarang dan Medan Epidemi terakhir terjadi pada tahun 1976/1977 di Bali Selatan. Kebanyakan infeksi virus polio tanpa gejala atau timbul panas yang tidak spesifik.Perbandingan asimtomatik dan ringan sampaiterjadi paralisis adalah 100:1 dan 1000:1.
Terjadinya wabah polio biasanya akibat:
a.Sanitasi yang jelek
b.Padatnya jumlah penduduk
c.Tingginya pencemaran lingkungan oleh tinja
d.Pengadaan air ber`sih yang kurang

Penularan dapat melalui:
a.    Inhalasi
b.    Makanan dan Minuman
c.    Bermacam serangga seperti lipas dan lalat.

      Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan dilakukan pula tindakan bedah seperti tonsilektomi ,ekstraksi gigi dan penyuntikan.Walaupun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang harus segera dilaporkan ,Namun data epidemiologi yang sukar didapat.Dalam salah satu symposium imunisasi dijakarta(1979) dilaporkan bahwa:
1.    Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative  makin bertambah (10%)
2.    Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk.
3.    Paralytic rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan 9.000 kasus.Namun,10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat gencarnya program imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia.
Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik ,disebabkan oleh komplikasi berupa kegagalan nafas ,sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya kematian.Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%);hanya 5-10% yang memberikan gejala poliomyelitis

2.3 ETIOLOGI POLIOMIELITIS
Penyebab polio adalah virus polio.Virus polio merupakan RNA virus dan termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio adalah virus kecil dengan diameter 20-32 nm, berbentuk spheris dengan struktur utamanya RNA yang terdiri dari 7.433 nukleotida, tahan pada pH 3-10, sehingga dapat tahan terhadap asam lambung dan empedu. Virus tidak akan rusak dalam beberapa hari pada temperatur 20 – 80 C, tahan terhadap gliserol, eter, fenol 1% dan bermacam-macam detergen, tetapi mati pada suhu 500 – 550 C selama 30 menit, bahan oksidator, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu, penyakit ini mudah berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan, bahkan melalui ludah.
Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
·         Tipe I Brunhilde
·         Tipe II Lansing dan
·         Tipe III Leoninya
Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II kadang-kadang menyebabkan wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan epidemic ringan. Di Negara tropis dan sub tropis kebanyakkan disebabkan oleh tipe II dan III dan virus ini tidak menimbulkan imunitas silang.
Penularan virus terjadi melalui
1.    Secara langsung dari orang ke orang
2.    Melalui tinja penderita
3.    Melalui percikan ludah penderita
Virus masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak didalam tenggorokan dan saluran pencernaan,lalu diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan getah bening
Resiko terjadinya Polio:
a)    Belum mendapatkan imunisasi
b)    Berpergian kedaerah yang masih sering ditemukan polio
c)    Usia sangat muda dan usia lanjut
d)    Stres atay kelehahan fisik yang luar biasa(karena stress emosi dan fisik dapat melemahkan system kekebalan tubuh).

2.4 PATOFISIOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIS
2.4.1Definisi Patofisiologi
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak di dalam tenggorokkan dan saluran pencernaan,diserap dan di sebarkan melalui sistem pembuluh darah dan getah bening.virus ini dapat memasuki aliran darah dan dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis)
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunanan syaraf tertentu.tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala.Daerah  yang biasanya terkena poliomyelitis ialah:medula spinalis terutama kornu anterior,batang otak pada  nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,sereblum terutama inti-inti  vermis,otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansi nigra dan kadang-kadang nucleus rubra.
2.1.2. MANIFESTASI KLINIS
Poliomyelitis terbagi menjadi empat bagian yaitu:
a).Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis  : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik,maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

b).Poliomyelitis abortif
Gejala klinisnya berupa panas dan jarang melibihi 39,5 derajat C,sakit tenggorokkan,sakit kepala,mual,muntah,malaise,dan faring terlihat hiperemi.Dan gejala ini berlangsung beberapa hari.

c)Poliomyelitis non paralitik
Gejala klinis:hamper sama dengan poliomyelitis abortif,gejala ini timbul beberapa hari kadang-kadang diikuti masa penyembuhan sementara untuk kemudian masuk dalam fase kedua dengan demam,nyeri otot.khas dari bentuk ini adalah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher,tulang tubuh dan anggota gerak.Dan gejala ini berlangsung dari 2-10 hari.

d).Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik.Awalnya berupa gejala abortif diikuti dengan membaiknya keadaan selama 1-7 hari.kemudian disusun dengan timbulnya gejala lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan saraf yang terjadi pada ekstremitas inferior yang terdapat pada femoris,tibialis anterior,peronius.sedangkan pada ekstermitas atas biasanya pada biseps dan triseps.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :

1.    Bentuk spinal,dapat mengenai otot leher,toraks abdomen,diafragma,dan ekstremitasan
2.    Bentuk bulbar,dapat mengenai satu atau lebih saraf cranial,gangguan pusat pernafasan, termoregulator,dan sirkulasi
a)  Saraf otak yang terkena :
1)    Bagian atas (N.III – N.VII) dan biasanya dapat sembuh.
2)    Bagian bawah (N.IX – N.XIII ) : pasase ludah di faring terganggu  sehingga terjadi pengumpulan air liur,mucus dan dapat menyebabkan penyumbatan saluran nafas sehingga penderita memerlukan ventilator.
b)  Gangguan pusat pernafasan dimana irama nafas menjadi tak teratur bahkan dapat terjadi gagal nafas.
c)  Gangguan sirkulasi dapat berupa hipertensi,kegagalan sirkulasi perifer atau  hipotensi
d)  Gangguan termoregulator yang kadang-kadang terjadi hiperpireksia.

3.    Bebtuk bulbospinal yang merupakan gejala campuran antara bentukspinal dan bentuk bulbur.dan gejalanya berupa : kadang ensepalitik,di sertai dengan delirium,kesadaran menurun,tremor dan kejang.

2.3 DIAGNOSA POLIOMEILITIS

2.3.1. ANAMNESIS
1.    Riwayat penyakit:
Keluhan utama (poliomielitis)
Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya
Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat
Di bagian tubuh mana atau Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)
Riwayat imunisasi (lengkap atau tidak).
2.    RIWAYAT PEKERJAAN
Hobi/kebiasaan
3.    RIWAYAT ALERGI
Apakah ada alergi makanan
Apakah pasien ada alergi obat
4.    RIWAYAT KELUARGA
Apakah ada anggota keluarga mengalami keluhan yang sama
Apakah ada tetangga mengalami keluhan yang sama
5.    RIWAYAT PENYAKIT
Apakah penyakit dahulu yang mungkin berulang
Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang

2.3.2. PEMERIKASAAN FISIK
Tanda-tanda vital di nilai pada infeksi virus polio. Gejala dapat bervariasi dari infeksi yang tidak jelas sampai paralisis.
Pemeriksaan neurologis
Kelemahan otot
• Otot-otot tubuh terserang paling akhir
• Sensorik biasanya normal
• Reflek tendon dalam biasanya mulai terlihat 3-5 minggu setelah paralisis, dan menjadi lengkap dalam waktu 12-15 minggu serta bersifat permanen.
• Gangguan fungsi otonom sesaat, biasanya ditandai denganretensi urin.
• Tanda-tanda rangsang mingineal
• Gangguan saraf kranial (poliomielitis bulbar). Dapat mengenai saraf kranial IX dan X atau III. Bila mengenai retikularis di batang otak maka terdapat ganguan bernafas, menelan, dan sestem kardiovaskuler.

2.3.3. PEMRIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)

1)    Pemeriksaan darah biasanya dalam batas normal. Laju endap darah meningkatkan sedikit, lekopenia/lekositosis ringan terjadi pada stadium dini.Cairan serebrospinalis
2)    Biasanya tekanan serebrospinalis nermal, cairan liquor jernih; pleositosis antara 15-500 sel/mm3, dengan sel limposit yang predominan tetapi pada stadium awal sel PMN lebih dominan. Kadar protein normal pada minggu ke-1, meningkat pada minggu ke-2 dan ke-3. Kadar glukosa dan klorida dalam batas normal.
3)    Isolasi virus polio
• Dapat diperoleh dari asupan tenggorak satu minggu sebelum dan sesudah paralisis
• Dari tinja pada minggu 2-6 minggu bahkan sampai 12 minggu setelah gejala klinis
4) pemeriksaan imunoglobulin mempunyai nilai diagnostik, bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x dari imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positip.

2.3.4. DIAGNOSA BANDING

1)    Poliomielitis nonparalitik harus dibedakan dengan:
a)    Aseptik meningitis
Khususnya dibedakan dengan infeksi oleh virus coxackie dan virus echo serta virus lain. Karena virus-virus tersebut memberikan gejala klinis yang sama, perlu ditemukan virus atau titer antibodi dalam serum yang tinggi untuk membantu menegakkan diagnosis
b)    Meningitis purulenta dan tuberculosis
Perlu dilakukan pemeriksaan cairan serebropinalis; pembiakan kuman.
c)    Penyakit lain seperti:
Demam rematik, rheumatoid arthritis, serum sickness, pneumonia dini, disentri, tifoid, pielitis, tonsillitis akut dapat memberi gejala nyeri cairan serebrospinalis ternyata dalam batas normal.

2)    Poliomielitis paralitik dibedakan dengan:

a)    pseudoparalitik
Disebabkan oleh trauma, osteomielitis, dan artritis, biasanya didapatkan nyeri tekan lokal dan refleksi tendon tidak beracun.
b)    Sindrom Guillain Berre
Gejala khas paralisis simetris, asenden, adanya gangguan sensibilitas. Pada cairan serebrospinalis, kadar protein meningkat tampa kenaikan sel. Pada pemeriksaan EMG terdapat penurunan kecepatan hantar syarap motorik.
c)    Transverse myelitis/neuromyelitis optika
Penyebabnya transverse myelitis/neuromyelitis optika tidak diketahui. Di bawah lesi terdapat paraplegia dengan arefleksia pada awal gejala, kemudian hiperefleksia, kehilangan rasa. Di atas lesi didapati hiperestesia ata normal, terdapat paralisis kandung kemih dan rektum, atrofi saraf optikus atau neuritis. Cairan serebrospinalis terliahat meningkat dan globulin meningkat, pleositosis dengan monosit predominan.
d)     Tick bite paralis
Ada riwayat gigitan kutu yang mengeluarkan toksin, terjadi paralisis yang menaik secara cepat dan progresif disertai rasa sakit /parestesia, gangguang sensibilitas, paralisis tipe flaccid, simentris, dapat terjadi gangguan saraf kranialis, gangguan bulbar sedangkan pernapasan dan sfingter tidak ada gangguan dan cairan serebrospinalis dalam batas normal.
e)    Mielopati akut sekunder dan polineuropati
Berhubungan dengan infeksi vaksinasi, gangguan metabolisme endokrin, tumor, alergi, intoksikasi.
Gejala seperti sindrom Guillain Berre, dengan gangguan sensibilitas lebih menonjol.
Gambaran serebrospinalis seperti pada sindrom Guillain Berre tipe Landri, kecuali pada infeksi dan posvaksinasi terdapat pleositosis ringan 15-250 sel/mm3 dengan monosit yang menonjol, protein meningkat (lebih besar dari pada 150 mg%).

2.4       PENATALAKSANAAN POLIOMIELITIS
2.4.1 PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Diberikan obat simtomatis dan suportif. Istirahat total jangan dilakukan terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda. Istirahat sangat penting di fase akut, karena terdapat hubungan antara banyaknya keaktifan tubuh dengan berat nya penyakit.

Poliomielitis Abortif
a.    Cukup diberikan analgetika dan sedatifa, untuk mengurangi mialgia atau nyeri kepala,
b.    Diet yang adekuat dan
c.    Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya aktivitas yang berlebihan dicegah selama 2 bulan, dan 2 bulan kemudian diperiksa sistem neuroskeletal secara teliti untuk mengetahui adanya kelainan.
Poliomielitis nonparalitik
a)    Sama seperti tipe abortif, Pemberian analgetik sangat efektif
b)    Selain diberi analgetika dan sedatifsangat efektif. Bila diberikan bersamaan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit, setiap 2 – 4 jam, dan kadang – kadang mandi air panas juga membantu
Poliomielitis Paralitik
a.    Membutuhkan perawatan di rumah sakit.
b.    Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui
c.    Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
d.    Perubahan posisi penderita dilakukan dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot dan hindari gerakan menekuk punggung.
e.    Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya deformitas.
f.     Akupunktur dilakukan sedini mungkin
g.    Interferon diberikan sedinini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif.
Poliomielitis bentuk bulbar
a.    Perawatan khusus terhadap paralisis palatum, seperti pemberian makanan dalam bentuk padat atau semisolid
b.    Selama fase akut dan berat, dilakukan drainase postural dengan posisi kaki lebih tinggi (20°- 25°), Muka pada satu posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi, pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan hati – hati, kalau perlu trakeostomi.

2.4.2      PENCEGAHAN
1.    Jangan masuk ke daerah wabah
2.    Di daerah wabah sebaiknya dihindari faktor – faktor predisposisi seperti tonsilektomi, suntik, dan lain – lain.
3.    Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan
4.    Imunisasi aktif
                      Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu.
Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

2.4.3 IMUNISASI AKTIF :
       Terdapat 2 macam Vaksin yang digunakan dalam mencegah penyakit poliomielitis
1.    Inactivated Virus Vaccine ( Salk )
Diberikan secara suntikan
2.    Live Attenuated Virus Vaccine ( Sabin )
Diberikan secara oral
Inactivated Virus Vaccine ( IPV )
            Merupakan vaksin Polio pertama yang dipasarkan sekitar tahun 1950 an. Pada mulanya dibuat bentuk nonen hanced IPV dengan imunogenisitas kurang pada mukosa usus dan harus diberikan dengan cara parenteral, namun akhir – akhir ini dibuat bentuk Enhanced IPV dan terbukti bahwa bentuk ini tingkat imunogenisitasnya sama dengan vaksin polio oral ( OPV ). Vaksinasi dasar dimulai pada usia 2 – 3 bulan, diberikan 3 kali dengan interval 4 – 6 minggu .diberikan pada umur prasekolah.Suntikan ulangan diberikan pada umur prasekolah.         
2.4.4      KEUNTUNGAN
1.      Dengan dosis yang cukup, dapat memberikan  imunitas humoral yang baik.
2.      Keuntungan IPV terbuat dari virus inaktif, sehingga tidak ada hubungannya dengan terjadinya Poliomielitis akibat pemakaian vaksin ( Vaccine associated poliomyelitis )
3.      Dapat diberikan kepda anak – anak yang sedang mendapatkan kortikosteroid atau kelainan imunitas.
4.      Sangat berfaedah di daerah tropis karena faksin mengandung virus hidp/lemah mudah rusak
Live attenuated poliovirus vaccine
       OPV telah digunakan sejak 1960 an, jenis vaksin ini banyak digunakan sehingga banyak membantu menurunkan prevalensi penyakit polio diseluruh dunia. OPV ini telah digunakan di Indonesia  dalam program imunisasi.
Keuntungan Vaksin Sabin yaitu :
a)    Lebih efektif dari vaksin Salk
b)    Memberikan imunitas likal dan humoral pada dinding usus
c)    Mudah diberikan dan harganya murah
d)    Imunitas bertahan cukup lama ( 8 tahun )
e)    Timbul zat anti sangat cepat
f)     Dapat dipakai di lapangan dan tidak perlu npersyaratan suhu beku
g)    Waktu epidemi pembentukan zat anti tidak saja cepat cepat tetapi juga merangsang usus dan mencegah penyebaran virus
h)    Dapat dibuat dalam sel manusia dan tidak bergantung pada binatang.
2.4.5      KERUGIAN
1.    Sangat mungkin berhubungan dengan timbulnya Vaccine associated paralytic poliomyelitis ( VAPP ), karena walaupun virus ini dalam bentuk dilemahkan, sewaktu – waktu dapat menjadi neurotropik sehingga menimbulkan penyakit ini seperti pada virus tipe ringan.
2.    Diperlukan cold chain yang baik untuk menyimpan vaksin ini ;
3.    Adanya kontreindikasi bagi penderita dengan defisiensi imun dan penderita yang sedang diberi kortikosteroid/imunosupresif.
       Imunisasi dasar diberikan ketika anak berusia 2 bulan, diberikan sebanyak 2 – 3 kali dengan interval 4 – 6 minggu, booster diberikan pada usia 1,5 tahun dan menjelang usia 5 tahun dan 10 tahun.

2.5 PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
2.5.1 PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda spinalis, kemungkinan akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau korda spinalis, merupakan suatu keadaan gawat darurat yang mungkin akan menyebabkan kelumpuhan atau kematian (biasanya akbiat gangguan pernafasan).
Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian mana yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat ditolong dengan bantuan pernafasan mekanik. Tipe bulber  prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Otot-otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukkan paralisis tipe flasiddengan atonia (tidak ada kontraksi otot), arefleksi (tidak adanya refleks), dan degenerasi (kemunduran fungsi sel).
2.5.2      KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari Poliomyelitis diantaranya :
a)    Hiperkalsuria
Yaitu terjadinya dekalsifikasi (kehilangan zat kapur dari tulang atau gigi) akibat penderita tidak dapat bergerak.
b)    Melena
Yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan tinja yang berwarna hitam ataupun muntah yang berwarna kehitaman karena darah dari saluran cerna yang menjadi hitam dibawah pengaruh asam klorida lambung dan akibat terjadinya emosi pada permukaan lambung dapat tunggal atau multiple.
c)    Pelebaran lambung akut
Keadaan ini terjadi pada masa akut atau konvalesen (dalam keadaan pemulihan kesehatan/stadium menuju ke kesembuhan setelah serangan penyakit/masa penyembuhan) disebabkan gangguan pernafasan.

d)    Hipertensi ringan
Keadaan ini terjadi selama fase akibat gangguan pusat vasoregulator

e)    Pneumonia
Disebabkan oleh terganggunya refleks batuk dan menurunnya gerakan pernafasan.

f)     Ulkus dekubitus dan emboli paru
Dapat terjadi akibat tirah baring yang lama ditempat tidur, sehingga terjadi pembusukan pada daerah yang tidak ada pergerakan (atrofi otot) sehingga terjadi kematian sel dan jaringan.
g)    Psikosis


2.6 Jenis – jenis dan Cara Pemeriksaan Refleks
Refleks neurologic bergantung pada suatu lengkungan (lengkungan reflex) yang terdiri atas jalur aferen yang dicetuskan oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktivasi organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen ini. Misalnya; reflex tendon lutut timbul karena adanya rangsangan (ketokan), reseptor, serabut aferen, ganglion spinal, neuron perantara, sel neuron motorik, serabut aferen dan efektor (otot). Hal ini dinamakan lengkungan reflex (reflex arc). Bila lengkungan reflex ini rusak maka reflex akan hilang.


 





Gambar : Lengkungan reflek
2.6.1 Jenis Reflex
           Dalam praktek sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam reflex, yaitu reflex dalam dan reflex superficial.
1.          Refleks dalam (reflex regang otot, refleks fisiologis)
           Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex).Nama  lain bagi refleks dalam ialah refleks tendon, refleks periostal, refleks miotatik dan reflek fisiologis.
           Refleks dalam dapat dinamai menurut otot yang bereaksi atau menurut tempat merangsang, yaitu tempat insesio otot.Misalnya refleks kuadriseps femoris disebut juga refleks tendon lutut atau refleks patela.Telah dikemukakan di atas bahwa timbulnya refleks ini ialah karena teregangnya otot oleh rangsang yang diberikan dan sebagai jawaban otot berkontraksi.Rasa-regang (ketok) ini ditangkap oleh alat penangkap (reseptor) rasaproprioseptif, karena itu refleks ini juga dinamai refleks proprioseptif.Contoh dari refleks dalam ialah refleks kuadriseps femoris glabela.
2.          Refleks Superfisialis
           Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa yang mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada dibawahnya atau disekitarnya.Jadi bukan karena teregangnya otot seperti pada refleks dalam.
Tingkat Jawaban Refleks
Jawaban refleks dapat dibagi atas beberapa tingkat, yaitu;
- (negative)    : tidak ada refleks sama sekali
±                     : kurang jawaban, jawaban lemah
+                    : jawaban normal
++                  : jawaban berlebihan, refleks meningkat.
           Refleks yang meninggi tidak selalu berarti adanya gangguan patologis, tetapi bila refleks pada  sisi kanan berbeda dari sisi kiri, besar sekali kemungkinan bahwa hal ini disebabkan oleh keadaan patologis . Tiap refleks dalam dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini tidak selalu berarti adanya lesi pyramidal.Lain halnya kalau peninggian refleks bersifat asimetris. Karenanya harus diingat bahwa: pada pemeriksaan refleks jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris (kiri dan kanan). Asimetris dapat menunjukkan adanya proses patologis.
2.6.2 PEMERIKSAAN REFLEKS
           1. Refleks Glabela
Pukulan singkat pada glabela atau sekitar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi singkat kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis, refleks ini berkurang atau negative, sedangkan pada sindrom Parkinson refleks ini sering meninggi. Pusat refleks ini terletak di pons
2.Refleks Rahang Bawah (jaw refleks)
Penderita disuruh membuka mulutnya sedikit dan telunjuk pemeriksa ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu, telunjuk diketok dengan ketok-refleks (refleks hammer) yang mengakibatkan berkontraksinya otot maseter sehingga mulut merapat. Pusat refleks ini terletak di pons.
3.          Refleks Biseps
Kita pegang lengan pasien yang di semigfleksikan sambil menempatkan ibu jari di atas tendon otot biseps. Ibu jari kemudian diketok; hal ini mengakibatkan gerakan fleksi lengan bawah,Pusat refleks ini terletak di C5-C6.
4.          Refleks Triseps
Kita pegang lengan bawah pasien yang difleksikan setengah (semifleksi). Setelah itu,  diketok pada tendon insersi m.triseps, yang berada sedikit diatas olekranon. Sebagai jawaban, ini lengan bawah mengadakan gerakan ekstensi,Lengkungan refleks melalui nervus radialis yang pusatnya terletak di C6-C8.
5.          Refleks  Brakhioradialis (refleks radius)
Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan sedikit.Kemudian diketok pada prosesus stiloideus radius. Sebagai jawaban lengan bawah akan berfleksi dan bersupinasi. Lengkungan refleks melalui nervus radialis, yang pusatnya terletak di C5-C6.

6.    Refleks Ulna
Lengan bawah di semifleksikan dan semipronasi.Kemudian diketok pada prosesus stiloideus dan ulna. Hal ini mengakibatkan gerakan pronasi pada  lengan bawah dan kadang-kadang juga gerakan aduksi pada pergelangan tangan. Lengkungan refleks, melalui nervus medianus yang pusatnya terletak di C5-Th1.
7.          Refleksi Fleksor Jari-Jari
Tangan pasien yang ditumpukan pada dasar yang agak keras disupinasikan dan jari-jari difleksikan sedikit.Telunjuk pemeriksa ditempatkan menyilang pada permukan volar falang jari-jari.Kemudian telunjuk pemeriksa diketok. Pada keadaan normal, jari-jari pasien akan berfleksi enteng demikian juga falang akhir ibu jari. Pada lesi pyramidal, fleksi jari-jari lebih kuat.Nilai patologiknya lebih penting jika terdapat asimetri antara jari kanan dan kiri.Lengkungan refleks ini melalui nervus medianus dan nervus ulnaris, yang pusatnya terletak di C6-Th1.

8.          Refleks-Dalam Dinding Perut
Dinding perut pasien, yang disuruh berbaring, ditekan sedikit  dengan jari telunjuk atau dengan penggaris, kemudian diketok. Otot dinding perut akanberkontraksi. Terlihat pusar akan bergerak kea rah otot yang berkontraksi .lengkungan refleksi ini melalui Th6-Th12. Pada orang normal, kontraksi dinding perut sedang saja; pada orang yang menggeli reaksi ini dapat kuat. Reaksi dinding perut ini mempunyai nilai yang penting bila ditinjau bersama-sama dengan refleks superfisialis dinding perut. Bila refleks-dalam dinding perut meninggi, sedang refleks superfisialisnya negative, maka hal ini dapat menandakan  adanya lesi piramidal pada tempat yang lebih atas dari Th6.
9.          Refleks Kuadriseps Femoris (Refleks Tendon Lutut, Refleks Patella)
Kata KPR masih sering digunakan untuk refleks ini, yaitu singkatan dari bahasa Belanda, Kniepeersreflex, yang berarti refleks tendon lutut.Pada pemeriksaan refleks ini, tungkai di fleksikan dan digantungkan, misalnya pada tepi tempat tidur. Kemudian, diketok pada tendon muskulus kuadriseps femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan ekstensi tungkai bawah (gambar 8.10). Lengkungan refleks ini melalui L2, L3, L4

10.  Refleksi Triseps Sure (Refleks Tendon Achilles)
Dalam bahasa Belanda refleks ini disebut Achillespeesreflex, disingkat APR.singkatan APR ini masih sering digunakan di Indonesia. Tungkai bawah difleksikan sedikit , kemudian kita pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu, tendon Achilles diketok. Hal ini mengakibatkan berkontraksinya m.triseps  sure dan memeberikan gerak plantar fleksi pada kaki. Lengkung refleks ini malalui S1, S2.
2.6.3 Refleks Superfisial
1.         Refleks kornea
Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujungnya dibuat runcing.Hal ini mengakibatkan dipejamkannya mata (m.orbikularis okuli).Pada pemeriksaan ini harus dijaga agar datangnya kapas ke mata tidak diilihat oleh pasien, misalnya dengan menyuruhnya melirik ke arah yang berlawanan dengan arah datangnya kapas (gambar 8.12).Pada gangguan nervus V sensorik, refleks ini negatif atau berkurang.Sensibilitas kornea diurus oleh nervus V. sensorik cabang oftalmik. Refleks kornea juga akan menghilang atau berkurangnya bila terdapat kelumpuhan m.orbikularis okuli, yang disarafi oleh nervus VII (fasialis).
2.Refleks dinding perut superfisialis
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut dengan benda yang agak runcing, misalnya kayu geretan atau kunci.Bila positif, maka otot (m.rektus abdominis) atau berkontraksi. Refleks ini dilakukan pada berbagai lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yg berkontraksi diinervasi oleh Th6, Th7),  perut dibagian atas (Th7,Th9), perut bagian tengah (Th9, Th11), perut bagian bawah (Th11, Th12 dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terlihat pusar bergerak ke arah otot yang berkontraksi.
            Refleksi superfisialis dinding perut sering negatif pada wanita normal yang banyak anak (sering hamil), yang dinding perutnya lembek, demikian juga pada orng gemuk dan orang lanjut usia; juga pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun. Pada orang muda otot-otot dinding perutnya berkembang baik, bila refleks ini negative, hal ininmempunyai nilai patologis. Bila refleks dinding perut superfisialis negative disertai refleks dalam dinding perut yang meninggi hal ini menunjukkan adanya lesi traktus piramidalis di tempat yang lebih atas dari Th 6
3.Refleks kremaster
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores atau menyentuh bagian medial pangkal paha.Terlihat skrotum berkontraksi (gambar 8.14). Pada lesi traktus piramidalis, refleks ini negative. Refleks ini dapat negative pada orang lanjut usia, penderita hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimitis. Lengkung refleks melalui L1,L2.
Refleks anus superfisialis
Bila kulit di sekitar anus dirangsang; misalnya dengan tusukan ringan atau goresan, hal ini mengakibatkan otot sfingter eksternus berkontraksi.Lengkung refleks ini melalui S2-S4, S5.
3        Refleks telapak kaki, refleks plantar (plantar reflex)
Kaki dilemaskan, kemudian telapak kaki digores dengan benda yang agak runcing.Pada orang normal terlihat jawaban berupa kaki melakukan gerakan plantar fleksi.Pada orang yang penggeli gerakan ini disertai gerakan menarik kaki.Pada orang dengan lesi di traktus piramidalis, didapatkan gerakan atau jawaban yang lain, yaitu dorsofleksi ibu jari kaki serta gerakan mekar (fanning) jari-jari lainnya.Hal ini disebut refleks patologis.
2.6.4 REFLEKS PATOLOGIS
            Banyak macam ransangan yang dapat digunakan untuk membangkitkannya, misalnya menggores telapak kaki bagian lateral, menusuk atau menggores dorsum kaki atau sesi lateralnya, memberi ransangan panas atau ransangan listrik pada kaki, menekan pada daerah interossei kaki, mencubit tendon Achilles, menekan tibia, fibula, otot betis, menggerakkan patela ke arah distal, malah pada keadaaan yang hebat, refleks dapat dibangkitkan dengan jalan menggoyangkan kaki, menggerakkan kepala dan juga bila menguap
  1. Refleks Babinski
Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya.Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri , sebab hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya
            Tadi telah dikemukakan bahwa cara membangkitkan refleks patologis ini bermacam-macam diantaranya dapat disebut :
a)    Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
babinski
b)    Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
chad
 

c)    Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
toe_oppenheim
d)    Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky

gor
e)    Schaffer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
op

f)      Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
gonda
g)     Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky

h)    Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal

i)     Mendel-Bechterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo

j)      Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
hoffman

k)    Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman

l)      Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
m)  Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
  1. KLONUS
            salah satu gejala kerusakan piramidal ialah adanya hiper-refleksi. Bila hiperrefleksi ini hebat dapat terjadi klonus.Klonus ialah kontraksi mimik dari otot, yaitu timbul bila otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan refkes regang otot (muscle stretch reflex) yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir (upper motor neuron,piramida) . Ada orang normal yang mempunyai hiperrefleksi fisiologis ; pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama (yang terus berlangsung selama rangsangan diberikan), hal ini diangap patologis. Klonus dapat dianggap sebagai rentetan refleks regang otot, yang meninggi. Hal ini menunjukkan adanya hiperrefleksi yang patologis, yang dapat disebabkan oleh lesi piramidal.
            Pada lesi piramidal kita sering mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan.
  1. Klonus kaki
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis.Pemeriksa menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso fleksi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng.Hal ini mengakibatkan teregangan otot betis.Bila ada klonus, maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar fleksi dan dorso fleksi secara bergantian.
  1. Klonus patella
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris.Kita pegang patella penderita, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) ke arah distal sambil diberikan tahanan enteng. Bila terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot kuadriseps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patela. Pada pemeriksaan ini tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.
2.6.5 Refleks dan gejala patologis lain yang perlu diketahui
1.    Refleks Hoffman Trommer
Pada orang normal, refleks refleks fleksor jari-jaribiasanya tidak ada atau enteng saja karena ambang refleks tinggi.Akan tetapi, pada keadaan patologik, ambang refleks menjadi rendah dan kita dapatkan refleks yang kuat.Refleks inilah yang merupakan dasar dari refleks Hoffman-Trommer, dan refleks lainnya, misalnya refleks Bechterew.Tiap refleks tendon dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini belum tentu berarti adanya lesi pyramidal.Lain halnya kalau peninggian refleks bersifat asimetris.
            Cara membangkitkan refleks Hoffman-trommer : tangan penderita kita pegang pada pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-entengkan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk dan jari tengah kita. Dengan ibu jari kita “gores kuat” (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, bila refleks positif.Kadang juga disertai fleksi jari lainnya.
2.    Refleks massa, refleks automitisme spinal
Bila refleks Babinski cukup hebat , kita dapatkan dorso jari-jari, fleksi pada pergelangan kaki, fleksi tungkai bawah dan atas dan kadang-kadang terdapatjuga kontraksi tungkai yang satu lagi. Daerah pemberian rangsangpun bertambah luas.Hal ini demikian dapat kita jumpai pada lesi transversal medulla spinalis, dan siebut refleks autotisme spinal.Hal ini dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsang, misalnya goresan, rangsangan nyeri dan lain sebagainya.
Bila refleks lebih hebat lagi, didapatkan juga kontraksi otot dinding perut, adanya miksi dan defekasi, keluarnya keringat, refleks eritema dan refleks pilomotor. Keadaaan demikian disebut pula sebagai refleks massa dari Riddoch. Hal demikian didapatkan pada lesi transversal yang komplit dari medulla spinalis, setelah fase syoknya lampau.
3.    Refleks genggam (grasp reflex)
Refleks genggam merupakan hal normal pada bayi sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada orang normal, bila telapak tangan digores kita tidak mendapatkan gerakan fleksi jari-jari, tetapi kadang-kadang terjadi fleksi enteng (ambang refleks ini tinggi).
            Dalam keadaaan patologis, misalnya pada lesi di lobus frontalis, didapatkan reaksi (fleksi jari) yang nyata.Penggoresan telapak tangan mengakibatkan tangan digenggamkan, dan menggenggam alat yang digunakan sebagai penggores.Hal ini dinamai refleks genggam.Refleks genggam terdiri dari fleksi ibu jari dan jari lainnya, sebagai jawaban terhadap ransangan taktil, misalnya bila pemeriksa meraba telapak tangan pasien atau menyentuh atau menggores tangan pasien di antara ibu jari dan telunjuknya.
  1. Gejala Leri
            Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut : kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasikan serta difleksi sedikit. Kemudian kita tekukkan dengan kuat (fleksi) jari-jari pergelangannya. Pada orang normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan lengan atas, dan kadang-kadang juga disertai aduksi lengan atas. Refleks ini negative bila terdapat lesi pyramidal.Tidak adanya refleks ini dinyatakan sebagai gejala Leri positif.


  1. Gejala Mayer
            Pasien disuruh men-supinasikan tangannya, telapak tangan ke atas dan jari-jarinya di-fleksi-entengkan serta ibu jari difleksi-entengkan dan diabduksikan.Tangannya kita pegang.Kemudian dengan tangan yang satu lagi kita tekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal dan menekannya pada telapak tangan (fleksi).Pada orang normal, hal ini mengakibatkan aduksi dan oposisi ibu jari disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeal dan ekstensi di persendian interfalang ibu jari.Jawaban demikian tidak didapatkan pada lesi pyramidal dan tidak adanya jawaban ini disebut sebagai gejala Mayer positif

Tangis dan ketawa patologis (pathological laughing and crying)
Fenomena ini yang merupakan fenomena release, menampakkan dirinya sebagai berikut : ekspresi mimik menangis dan ketawa mulai lebih cepat, lebih banyak, lebih intensif dan berlangsung lebih lama daripada orang normal. Muka dengan lambat beristirahat kembali.Ambang untuk aksi menangis dan ketawa sangat rendah, dan aksi ini dikontrol secara buruk.Pasien dapat lebih lama ketawa bila diberi ransangan yang tidak berarti dan ketawanya ini tanpa emosi.Sebenarnya ransangan yang menimbulkan serangan tidak adekuat dan tidak cukup.Serangan menangis dan ketawa “patologis” dapat terjadi tanpa provokasi, atau provokasi yang sangat ringan. Menangis dna ketawa “patologis” terdapat pada penderita dengan lesi pseudobulber, lesi difus otak.
 2.6.6 Penyakit Penyebab Kelumpuhan pada Anak
a.    step pada anak
anak bisa mengalami kelumpuhan pada kaki, ketajaman otak menjadi lemah, bahkan bisa terkena ayan.  Step memiliki beberapa tanda yang mudah dikenali. Yang paling mudah dikenali adalah kejang yang sifatnya mendadak. Dalam tingkatan yang parah step dapat menimbulkan busa pada mulut, wajah biru, mata terbalik sehingga warna putih berada dibawah, tidak ditengah,mulut mencong (ujung mulut tertarik kearah pipi). Semua gejala ini hanya berlangsung dalam beberapa menit.
b.    Polio
kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas, muntah dan sakit otot. Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun sering kali sebagian tubuh menjadi lemah dan lumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat anggota gerak yang lain
c.    Cerebral Palsy
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.Cerebral Palsy  bukan merupakan penyakit dan tidak bersifat progresif (semakin memburuk). Pada bayi dan bayi prematur, bagian otak yang mengendalikan pergerakan otot sangat rentan terhadap cedera
Cerebral Palsy  terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering ditemukan pada bayi prematur dan lebih sering ditemukan pada bayi yang sangat kecil.
Penyebabnya Lahir dini merupakan faktor risiko cerebral palsy. Otak prematur berada pada risiko tinggi perdarahan, dan ketika cukup berat, dapat mengakibatkan cerebral palsy. Anak-anak yang lahir prematur juga dapat mengalami gangguan pernapasan serius akibat paru-paru belum matang dan kurang berkembang. Hal ini dapat menyebabkan periode penurunan oksigen yang dikirimkan ke otak yang mungkin mengakibatkan cerebral palsy, Penyebab penting lain dari cerebral palsy termasuk kecelakaan pada waktu perkembangan otak, kelainan genetik , stroke karena pembuluh darah abnormal atau bekuan darah dan infeksi otak
d.    Kelainan bawaan (Kelainan Kongenital)  
Kelainan Bawaan (Kelainan Kongenital) adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4% bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat.
Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai tumbuh, yaitu sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun, tetapi kebanyakan bersifat ringan.
Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental
e.    Distrofi otot
Distrofi otot adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan lebih dari 40 macam penyakit otot yang berlainan, yang kesemuanya ditandai dengan kelemahan dan kemunduran yang progresif dari otot-otot yang mengendalikan pergerakan.


KESIMPULAN
          Seorang anak perempuan umur 4 tahun menderita poliomyelitis paralitik, ,Tidak ada pengobatan yang spesifik. Diberikan obat simtomatis dan suportif. Istirahat total jangan dilakukan terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda. Istirahat sangat penting di fase akut, karena terdapat hubungan antara banyaknya keaktifan tubuh dengan berat nya penyakit.  Poliomielitis Paralitik Membutuhkan perawatan di rumah sakit,Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui,Selama fase akut kebersihan mulut dijaga,Perubahan posisi penderita dilakukan dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot dan hindari gerakan menekuk punggun,.Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya deformitas,Akupunktur dilakukan sedini mungkin,Interferon diberikan sedinini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif.















1 komentar: