POLIOMIELITIS
2.1 DEFINISI, ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI DARI
POLIOMIELITIS
2.1.1 Definisi Polio
Poliomielitis merupakan
penyakit virus dengan penularan cepat dan mengenai sel anterior masa kelabu
medulla spinalis dan inti motorik batang otak dan akibat kerusakkan tersebut terjadi kelumpuhan dan atrofi otot.
Terdapat banyak
terminologi untuk poliomyelitis, antara lain : Poliomielitis Anterior Akuta,
Infantile Paralysis, Penyakit Heine dan Medin.
Penyakit ini terdapat di
seluruh dunia dengan beraneka ragam gambaran epidemiologis dan klinis. Dan
telah diketahui sejak akhir abad XVIII. Di Indonesia penyakit ini sering
dihubungkan dengan akibat salah suntik.
Poliomielitis terutama
menyerang pada anak di bawah 5 tahun. Pencegahan penyakit ini sangat penting,
oleh karena belum ada obat yang efektif terhadap penyakit ini. Namun,
akhir-akhir ini dengan begitu agresifnya program vaksinasi di seluruh dunia,
tampak bahwa insiden penyakit ini sudah menurun dengan sangat drastic, bahkan
10 tahun terkhir ini sangat jarang dijumpai terutama di Indonesia.
2.1.2
Poliomielitis
terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.
Poliomielitis
asimtomatis : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena
daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2.
Poliomielitis
abortif : timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia,
nausea,muntah, nyeri
kepala, nyeri tenggorokan,
konstipasi dan nyeri abdomen.
3.
Poliomielitis non paralitik : gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif ,
hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul1-2 hari kadang-kadang
diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau
masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini
dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak,
ganglion spinal dan kolumna posterior.
4.
Poliomielitis paralitik : gejala
sama pada poliomyelitis non paralitik disertai
kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis
akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus.
Adapun bentuk-bentuk
gejalanya antara lain :
- Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher,abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
- Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak denganatau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
- Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.
2.2 EPIDEMIOLOGI POLIOMIELITIS
Selama 3 dekade pertama di abad ke 20-,80-90% penderita polio adalah
anak balita,kebanyakan dibawah umur 2 tahun. Tahun 1955,di Massachusett Amerika Serikat pernah terjadi wabah
polio sebanyak 2.771 kasus dan tahun 1959 menurun menjadi 139 kasus.Hasil
penelitian WHO tahun 1972-1982,di Afrika dan Asia Tenggara terdapat 4.214 dan
17.785 kasus. Dinegara musim dingin,sering terjadi epidemic dibulan
Mei-Oktober,tetapi kasus sporadic tetap terjadi setiap saat .Di Indonesia
,sebelum perang dunia II, penyakit polio merupakan penyakit yang
sporadic-endemis,epidemi pernah terjadi di berbagai daerah seperti Bliton sampai ke banda, Balikpapan, bandung Surabaya,Semarang dan
Medan Epidemi terakhir
terjadi pada tahun 1976/1977 di Bali Selatan. Kebanyakan infeksi virus polio
tanpa gejala atau timbul panas yang tidak spesifik.Perbandingan asimtomatik dan
ringan sampaiterjadi paralisis adalah 100:1 dan 1000:1.
Terjadinya
wabah polio biasanya akibat:
a.Sanitasi yang jelek
b.Padatnya jumlah penduduk
c.Tingginya
pencemaran lingkungan oleh tinja
d.Pengadaan
air ber`sih yang kurang
Penularan
dapat melalui:
a.
Inhalasi
b.
Makanan
dan Minuman
c.
Bermacam
serangga seperti lipas dan lalat.
Penyebaran
dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan dilakukan pula tindakan
bedah seperti tonsilektomi ,ekstraksi gigi dan penyuntikan.Walaupun penyakit
ini merupakan salah satu penyakit yang harus segera dilaporkan ,Namun data
epidemiologi yang sukar didapat.Dalam salah satu symposium imunisasi
dijakarta(1979) dilaporkan bahwa:
1.
Jumlah
anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative
makin bertambah (10%)
2.
Insiden
polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk.
3.
Paralytic
rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan 9.000
kasus.Namun,10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat
gencarnya program imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia.
Mortalitas tinggi terutama
pada poliomyelitis tipe paralitik ,disebabkan oleh komplikasi berupa kegagalan
nafas ,sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya kematian.Walaupun
kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%);hanya 5-10% yang
memberikan gejala poliomyelitis
2.3 ETIOLOGI POLIOMIELITIS
Penyebab polio adalah virus polio.Virus
polio merupakan RNA virus dan termasuk famili Picornavirus dari genus
Enterovirus. Virus polio adalah virus kecil dengan diameter 20-32 nm, berbentuk
spheris dengan struktur utamanya RNA yang terdiri dari 7.433 nukleotida, tahan
pada pH 3-10, sehingga dapat tahan terhadap asam lambung dan empedu. Virus
tidak akan rusak dalam beberapa hari pada temperatur 20 – 80
C, tahan terhadap gliserol, eter, fenol 1% dan bermacam-macam detergen, tetapi
mati pada suhu 500 – 550 C selama 30 menit, bahan
oksidator, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu, penyakit ini
mudah berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan
makan, bahkan melalui ludah.
Secara serologi virus
polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
·
Tipe
I Brunhilde
·
Tipe
II Lansing dan
·
Tipe
III Leoninya
Tipe I yang paling sering
menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II kadang-kadang menyebabkan
wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan epidemic ringan. Di Negara
tropis dan sub tropis kebanyakkan disebabkan oleh tipe II dan III dan virus ini
tidak menimbulkan imunitas silang.
Penularan virus terjadi melalui
1. Secara
langsung dari orang ke orang
2. Melalui
tinja penderita
3. Melalui
percikan ludah penderita
Virus
masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak didalam tenggorokan dan saluran
pencernaan,lalu diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan getah
bening
Resiko
terjadinya Polio:
a) Belum
mendapatkan imunisasi
b) Berpergian
kedaerah yang masih sering ditemukan polio
c) Usia
sangat muda dan usia lanjut
d) Stres
atay kelehahan fisik yang luar biasa(karena stress emosi dan fisik dapat
melemahkan system kekebalan tubuh).
2.4 PATOFISIOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIS
2.4.1Definisi Patofisiologi
Virus polio masuk melalui
mulut dan hidung,berkembang biak di dalam tenggorokkan dan saluran
pencernaan,diserap dan di sebarkan melalui sistem pembuluh darah dan getah
bening.virus ini dapat memasuki aliran darah dan dan mengalir ke sistem saraf
pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis)
Virus hanya menyerang
sel-sel dan daerah susunanan syaraf tertentu.tidak semua neuron yang terkena
mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan
fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala.Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis
ialah:medula spinalis terutama kornu anterior,batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf
cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,sereblum
terutama inti-inti vermis,otak tengah
“midbrain” terutama masa kelabu substansi nigra dan kadang-kadang nucleus
rubra.
2.1.2. MANIFESTASI KLINIS
Poliomyelitis terbagi menjadi empat
bagian yaitu:
a).Poliomyelitis
asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak
terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik,maka tidak terdapat gejala
klinik sama sekali.
b).Poliomyelitis abortif
Gejala klinisnya berupa panas dan
jarang melibihi 39,5 derajat C,sakit tenggorokkan,sakit
kepala,mual,muntah,malaise,dan faring terlihat hiperemi.Dan gejala ini
berlangsung beberapa hari.
c)Poliomyelitis non
paralitik
Gejala klinis:hamper sama dengan
poliomyelitis abortif,gejala ini timbul beberapa hari kadang-kadang diikuti
masa penyembuhan sementara untuk kemudian masuk dalam fase kedua dengan
demam,nyeri otot.khas dari bentuk ini adalah adanya nyeri dan kaku otot
belakang leher,tulang tubuh dan anggota gerak.Dan gejala ini berlangsung dari
2-10 hari.
d).Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti
poliomyelitis non paralitik.Awalnya berupa gejala abortif diikuti dengan
membaiknya keadaan selama 1-7 hari.kemudian disusun dengan timbulnya gejala
lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan saraf yang terjadi pada
ekstremitas inferior yang terdapat pada femoris,tibialis
anterior,peronius.sedangkan pada ekstermitas atas biasanya pada biseps dan
triseps.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
1.
Bentuk spinal,dapat mengenai otot
leher,toraks abdomen,diafragma,dan ekstremitasan
2.
Bentuk bulbar,dapat mengenai satu atau
lebih saraf cranial,gangguan pusat pernafasan, termoregulator,dan sirkulasi
a)
Saraf
otak yang terkena :
1)
Bagian
atas (N.III – N.VII) dan biasanya dapat sembuh.
2)
Bagian
bawah (N.IX – N.XIII ) : pasase ludah di faring terganggu sehingga terjadi pengumpulan air liur,mucus
dan dapat menyebabkan penyumbatan saluran nafas sehingga penderita memerlukan
ventilator.
b)
Gangguan
pusat pernafasan dimana irama nafas menjadi tak teratur bahkan dapat terjadi
gagal nafas.
c)
Gangguan
sirkulasi dapat berupa hipertensi,kegagalan sirkulasi perifer atau hipotensi
d)
Gangguan
termoregulator yang kadang-kadang terjadi hiperpireksia.
3.
Bebtuk bulbospinal yang merupakan gejala
campuran antara bentukspinal dan bentuk bulbur.dan gejalanya berupa : kadang
ensepalitik,di sertai dengan delirium,kesadaran menurun,tremor dan kejang.
2.3 DIAGNOSA POLIOMEILITIS
2.3.1. ANAMNESIS
2.3.1. ANAMNESIS
1. Riwayat penyakit:
Keluhan utama (poliomielitis)
Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya
Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat
Di bagian tubuh mana atau Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)
Riwayat imunisasi (lengkap atau tidak).
Keluhan utama (poliomielitis)
Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya
Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat
Di bagian tubuh mana atau Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)
Riwayat imunisasi (lengkap atau tidak).
2. RIWAYAT
PEKERJAAN
Hobi/kebiasaan
Hobi/kebiasaan
3. RIWAYAT
ALERGI
Apakah ada alergi makanan
Apakah pasien ada alergi obat
Apakah ada alergi makanan
Apakah pasien ada alergi obat
4. RIWAYAT
KELUARGA
Apakah ada anggota keluarga mengalami keluhan yang sama
Apakah ada tetangga mengalami keluhan yang sama
Apakah ada anggota keluarga mengalami keluhan yang sama
Apakah ada tetangga mengalami keluhan yang sama
5. RIWAYAT
PENYAKIT
Apakah penyakit dahulu yang mungkin berulang
Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
Apakah penyakit dahulu yang mungkin berulang
Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
2.3.2.
PEMERIKASAAN FISIK
Tanda-tanda vital di nilai pada infeksi virus polio. Gejala dapat bervariasi dari infeksi yang tidak jelas sampai paralisis.
Pemeriksaan neurologis
Kelemahan otot
• Otot-otot tubuh terserang paling akhir
• Sensorik biasanya normal
• Reflek tendon dalam biasanya mulai terlihat 3-5 minggu setelah paralisis, dan menjadi lengkap dalam waktu 12-15 minggu serta bersifat permanen.
• Gangguan fungsi otonom sesaat, biasanya ditandai denganretensi urin.
• Tanda-tanda rangsang mingineal
• Gangguan saraf kranial (poliomielitis bulbar). Dapat mengenai saraf kranial IX dan X atau III. Bila mengenai retikularis di batang otak maka terdapat ganguan bernafas, menelan, dan sestem kardiovaskuler.
2.3.3. PEMRIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)
Tanda-tanda vital di nilai pada infeksi virus polio. Gejala dapat bervariasi dari infeksi yang tidak jelas sampai paralisis.
Pemeriksaan neurologis
Kelemahan otot
• Otot-otot tubuh terserang paling akhir
• Sensorik biasanya normal
• Reflek tendon dalam biasanya mulai terlihat 3-5 minggu setelah paralisis, dan menjadi lengkap dalam waktu 12-15 minggu serta bersifat permanen.
• Gangguan fungsi otonom sesaat, biasanya ditandai denganretensi urin.
• Tanda-tanda rangsang mingineal
• Gangguan saraf kranial (poliomielitis bulbar). Dapat mengenai saraf kranial IX dan X atau III. Bila mengenai retikularis di batang otak maka terdapat ganguan bernafas, menelan, dan sestem kardiovaskuler.
2.3.3. PEMRIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)
1)
Pemeriksaan darah biasanya dalam batas
normal. Laju endap darah meningkatkan sedikit, lekopenia/lekositosis ringan
terjadi pada stadium dini.Cairan serebrospinalis
2)
Biasanya tekanan serebrospinalis
nermal, cairan liquor jernih; pleositosis antara 15-500 sel/mm3, dengan sel
limposit yang predominan tetapi pada stadium awal sel PMN lebih dominan. Kadar
protein normal pada minggu ke-1, meningkat pada minggu ke-2 dan ke-3. Kadar
glukosa dan klorida dalam batas normal.
3) Isolasi
virus polio
• Dapat diperoleh dari asupan tenggorak satu minggu sebelum dan sesudah paralisis
• Dari tinja pada minggu 2-6 minggu bahkan sampai 12 minggu setelah gejala klinis
4) pemeriksaan imunoglobulin mempunyai nilai diagnostik, bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x dari imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positip.
• Dapat diperoleh dari asupan tenggorak satu minggu sebelum dan sesudah paralisis
• Dari tinja pada minggu 2-6 minggu bahkan sampai 12 minggu setelah gejala klinis
4) pemeriksaan imunoglobulin mempunyai nilai diagnostik, bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x dari imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positip.
2.3.4.
DIAGNOSA BANDING
1)
Poliomielitis nonparalitik harus
dibedakan dengan:
a)
Aseptik meningitis
Khususnya dibedakan dengan infeksi oleh virus coxackie dan virus echo serta virus lain. Karena virus-virus tersebut memberikan gejala klinis yang sama, perlu ditemukan virus atau titer antibodi dalam serum yang tinggi untuk membantu menegakkan diagnosis
Khususnya dibedakan dengan infeksi oleh virus coxackie dan virus echo serta virus lain. Karena virus-virus tersebut memberikan gejala klinis yang sama, perlu ditemukan virus atau titer antibodi dalam serum yang tinggi untuk membantu menegakkan diagnosis
b)
Meningitis purulenta dan tuberculosis
Perlu dilakukan pemeriksaan cairan serebropinalis; pembiakan kuman.
Perlu dilakukan pemeriksaan cairan serebropinalis; pembiakan kuman.
c)
Penyakit lain seperti:
Demam rematik, rheumatoid arthritis, serum sickness, pneumonia dini, disentri, tifoid, pielitis, tonsillitis akut dapat memberi gejala nyeri cairan serebrospinalis ternyata dalam batas normal.
Demam rematik, rheumatoid arthritis, serum sickness, pneumonia dini, disentri, tifoid, pielitis, tonsillitis akut dapat memberi gejala nyeri cairan serebrospinalis ternyata dalam batas normal.
2) Poliomielitis
paralitik dibedakan dengan:
a)
pseudoparalitik
Disebabkan oleh trauma, osteomielitis, dan artritis, biasanya didapatkan nyeri tekan lokal dan refleksi tendon tidak beracun.
Disebabkan oleh trauma, osteomielitis, dan artritis, biasanya didapatkan nyeri tekan lokal dan refleksi tendon tidak beracun.
b)
Sindrom Guillain Berre
Gejala khas paralisis simetris, asenden, adanya gangguan sensibilitas. Pada cairan serebrospinalis, kadar protein meningkat tampa kenaikan sel. Pada pemeriksaan EMG terdapat penurunan kecepatan hantar syarap motorik.
Gejala khas paralisis simetris, asenden, adanya gangguan sensibilitas. Pada cairan serebrospinalis, kadar protein meningkat tampa kenaikan sel. Pada pemeriksaan EMG terdapat penurunan kecepatan hantar syarap motorik.
c)
Transverse myelitis/neuromyelitis
optika
Penyebabnya transverse myelitis/neuromyelitis optika tidak diketahui. Di bawah lesi terdapat paraplegia dengan arefleksia pada awal gejala, kemudian hiperefleksia, kehilangan rasa. Di atas lesi didapati hiperestesia ata normal, terdapat paralisis kandung kemih dan rektum, atrofi saraf optikus atau neuritis. Cairan serebrospinalis terliahat meningkat dan globulin meningkat, pleositosis dengan monosit predominan.
Penyebabnya transverse myelitis/neuromyelitis optika tidak diketahui. Di bawah lesi terdapat paraplegia dengan arefleksia pada awal gejala, kemudian hiperefleksia, kehilangan rasa. Di atas lesi didapati hiperestesia ata normal, terdapat paralisis kandung kemih dan rektum, atrofi saraf optikus atau neuritis. Cairan serebrospinalis terliahat meningkat dan globulin meningkat, pleositosis dengan monosit predominan.
d)
Tick bite paralis
Ada riwayat gigitan kutu yang mengeluarkan toksin, terjadi paralisis yang menaik secara cepat dan progresif disertai rasa sakit /parestesia, gangguang sensibilitas, paralisis tipe flaccid, simentris, dapat terjadi gangguan saraf kranialis, gangguan bulbar sedangkan pernapasan dan sfingter tidak ada gangguan dan cairan serebrospinalis dalam batas normal.
Ada riwayat gigitan kutu yang mengeluarkan toksin, terjadi paralisis yang menaik secara cepat dan progresif disertai rasa sakit /parestesia, gangguang sensibilitas, paralisis tipe flaccid, simentris, dapat terjadi gangguan saraf kranialis, gangguan bulbar sedangkan pernapasan dan sfingter tidak ada gangguan dan cairan serebrospinalis dalam batas normal.
e)
Mielopati akut sekunder dan
polineuropati
Berhubungan dengan infeksi vaksinasi, gangguan metabolisme endokrin, tumor, alergi, intoksikasi.
Gejala seperti sindrom Guillain Berre, dengan gangguan sensibilitas lebih menonjol.
Gambaran serebrospinalis seperti pada sindrom Guillain Berre tipe Landri, kecuali pada infeksi dan posvaksinasi terdapat pleositosis ringan 15-250 sel/mm3 dengan monosit yang menonjol, protein meningkat (lebih besar dari pada 150 mg%).
Berhubungan dengan infeksi vaksinasi, gangguan metabolisme endokrin, tumor, alergi, intoksikasi.
Gejala seperti sindrom Guillain Berre, dengan gangguan sensibilitas lebih menonjol.
Gambaran serebrospinalis seperti pada sindrom Guillain Berre tipe Landri, kecuali pada infeksi dan posvaksinasi terdapat pleositosis ringan 15-250 sel/mm3 dengan monosit yang menonjol, protein meningkat (lebih besar dari pada 150 mg%).
2.4 PENATALAKSANAAN
POLIOMIELITIS
2.4.1 PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan yang spesifik.
Diberikan obat simtomatis dan suportif. Istirahat total jangan dilakukan
terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda. Istirahat sangat penting di
fase akut, karena terdapat hubungan antara banyaknya keaktifan tubuh dengan
berat nya penyakit.
Poliomielitis
Abortif
a.
Cukup
diberikan analgetika dan sedatifa, untuk mengurangi mialgia atau nyeri kepala,
b.
Diet
yang adekuat dan
c.
Istirahat
sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya aktivitas yang berlebihan
dicegah selama 2 bulan, dan 2 bulan kemudian diperiksa sistem neuroskeletal
secara teliti untuk mengetahui adanya kelainan.
Poliomielitis
nonparalitik
a)
Sama
seperti tipe abortif, Pemberian analgetik sangat efektif
b)
Selain
diberi analgetika dan sedatifsangat efektif. Bila diberikan bersamaan dengan
kompres hangat selama 15 – 30 menit, setiap 2 – 4 jam, dan kadang – kadang
mandi air panas juga membantu
Poliomielitis
Paralitik
a.
Membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
b.
Istirahat
total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui
c.
Selama
fase akut kebersihan mulut dijaga
d.
Perubahan
posisi penderita dilakukan dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot dan
hindari gerakan menekuk punggung.
e.
Fisioterapi,
dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan
maksud untuk mencegah terjadinya deformitas.
f.
Akupunktur
dilakukan sedini mungkin
g.
Interferon
diberikan sedinini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif.
Poliomielitis bentuk bulbar
a.
Perawatan
khusus terhadap paralisis palatum, seperti pemberian makanan dalam bentuk padat
atau semisolid
b.
Selama
fase akut dan berat, dilakukan drainase postural dengan posisi kaki lebih
tinggi (20°- 25°), Muka pada satu posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi,
pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan hati – hati, kalau perlu
trakeostomi.
2.4.2 PENCEGAHAN
1.
Jangan
masuk ke daerah wabah
2.
Di
daerah wabah sebaiknya dihindari faktor – faktor predisposisi seperti
tonsilektomi, suntik, dan lain – lain.
3.
Mengurangi
aktifitas jasmani yang berlebihan
4.
Imunisasi
aktif
Imunisasi polio yang
harus diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir sebanyak 4 kali
dengan interval 6-8 minggu.
Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
2.4.3 IMUNISASI
AKTIF :
Terdapat 2 macam Vaksin yang digunakan
dalam mencegah penyakit poliomielitis
1.
Inactivated
Virus Vaccine ( Salk )
Diberikan
secara suntikan
2.
Live
Attenuated Virus Vaccine ( Sabin )
Diberikan
secara oral
Inactivated
Virus Vaccine ( IPV )
Merupakan vaksin Polio pertama yang
dipasarkan sekitar tahun 1950 an. Pada mulanya dibuat bentuk nonen hanced IPV
dengan imunogenisitas kurang pada mukosa usus dan harus diberikan dengan cara
parenteral, namun akhir – akhir ini dibuat bentuk Enhanced IPV dan terbukti
bahwa bentuk ini tingkat imunogenisitasnya sama dengan vaksin polio oral ( OPV
). Vaksinasi dasar dimulai pada usia 2 – 3 bulan, diberikan 3 kali dengan
interval 4 – 6 minggu .diberikan pada umur prasekolah.Suntikan ulangan
diberikan pada umur prasekolah.
2.4.4 KEUNTUNGAN
1.
Dengan
dosis yang cukup, dapat memberikan
imunitas humoral yang baik.
2.
Keuntungan
IPV terbuat dari virus inaktif, sehingga tidak ada hubungannya dengan
terjadinya Poliomielitis akibat pemakaian vaksin ( Vaccine associated poliomyelitis
)
3.
Dapat
diberikan kepda anak – anak yang sedang mendapatkan kortikosteroid atau
kelainan imunitas.
4.
Sangat
berfaedah di daerah tropis karena faksin mengandung virus hidp/lemah mudah
rusak
Live attenuated
poliovirus vaccine
OPV telah digunakan sejak 1960 an, jenis
vaksin ini banyak digunakan sehingga banyak membantu menurunkan prevalensi
penyakit polio diseluruh dunia. OPV ini telah digunakan di Indonesia dalam program imunisasi.
Keuntungan
Vaksin Sabin yaitu :
a)
Lebih
efektif dari vaksin Salk
b)
Memberikan
imunitas likal dan humoral pada dinding usus
c)
Mudah
diberikan dan harganya murah
d)
Imunitas
bertahan cukup lama ( 8 tahun )
e)
Timbul
zat anti sangat cepat
f)
Dapat
dipakai di lapangan dan tidak perlu npersyaratan suhu beku
g)
Waktu
epidemi pembentukan zat anti tidak saja cepat cepat tetapi juga merangsang usus
dan mencegah penyebaran virus
h)
Dapat
dibuat dalam sel manusia dan tidak bergantung pada binatang.
2.4.5
KERUGIAN
1.
Sangat
mungkin berhubungan dengan timbulnya Vaccine associated paralytic poliomyelitis
( VAPP ), karena walaupun virus ini dalam bentuk dilemahkan, sewaktu – waktu
dapat menjadi neurotropik sehingga menimbulkan penyakit ini seperti pada virus
tipe ringan.
2.
Diperlukan
cold chain yang baik untuk menyimpan vaksin ini ;
3.
Adanya
kontreindikasi bagi penderita dengan defisiensi imun dan penderita yang sedang
diberi kortikosteroid/imunosupresif.
Imunisasi
dasar diberikan ketika anak berusia 2 bulan, diberikan sebanyak 2 – 3 kali
dengan interval 4 – 6 minggu, booster diberikan pada usia 1,5 tahun dan
menjelang usia 5 tahun dan 10 tahun.
2.5 PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
2.5.1 PROGNOSIS
Prognosis
tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan
bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda spinalis,
kemungkinan akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau korda
spinalis, merupakan suatu keadaan gawat darurat yang mungkin akan menyebabkan
kelumpuhan atau kematian (biasanya akbiat gangguan pernafasan).
Pada bentuk paralitik
bergantung pada bagian mana yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis
pernafasan dapat ditolong dengan bantuan pernafasan mekanik. Tipe bulber prognosisnya buruk, kematian biasanya karena
kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas.
Otot-otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukkan paralisis tipe
flasiddengan atonia (tidak ada kontraksi otot), arefleksi (tidak adanya
refleks), dan degenerasi (kemunduran fungsi sel).
2.5.2
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari
Poliomyelitis diantaranya :
a)
Hiperkalsuria
Yaitu terjadinya
dekalsifikasi (kehilangan zat kapur dari tulang atau gigi) akibat penderita
tidak dapat bergerak.
b)
Melena
Yaitu
suatu keadaan yang ditandai dengan tinja yang berwarna hitam ataupun muntah
yang berwarna kehitaman karena darah dari saluran cerna yang menjadi hitam
dibawah pengaruh asam klorida lambung dan akibat terjadinya emosi pada
permukaan lambung dapat tunggal atau multiple.
c)
Pelebaran
lambung akut
Keadaan ini terjadi pada masa akut atau konvalesen (dalam
keadaan pemulihan kesehatan/stadium menuju ke kesembuhan setelah serangan
penyakit/masa penyembuhan) disebabkan gangguan pernafasan.
d)
Hipertensi
ringan
Keadaan ini terjadi selama fase akibat gangguan pusat
vasoregulator
e)
Pneumonia
Disebabkan oleh terganggunya refleks batuk dan menurunnya
gerakan pernafasan.
f)
Ulkus
dekubitus dan emboli paru
Dapat terjadi akibat tirah baring yang lama ditempat
tidur, sehingga terjadi pembusukan pada daerah yang tidak ada pergerakan
(atrofi otot) sehingga terjadi kematian sel dan jaringan.
g)
Psikosis
Refleks neurologic
bergantung pada suatu lengkungan (lengkungan reflex) yang terdiri atas jalur
aferen yang dicetuskan oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktivasi organ
efektor, serta hubungan antara kedua komponen ini. Misalnya; reflex tendon
lutut timbul karena adanya rangsangan (ketokan), reseptor, serabut aferen,
ganglion spinal, neuron perantara, sel neuron motorik, serabut aferen dan
efektor (otot). Hal ini dinamakan lengkungan reflex (reflex arc). Bila
lengkungan reflex ini rusak maka reflex akan hilang.
Gambar : Lengkungan reflek
2.6.1 Jenis
Reflex
Dalam praktek sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam
reflex, yaitu reflex dalam dan reflex superficial.
1.
Refleks dalam (reflex
regang otot, refleks fisiologis)
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan
oleh rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam
juga dinamai refleks regang otot (muscle
stretch reflex).Nama lain bagi
refleks dalam ialah refleks tendon, refleks periostal, refleks miotatik dan
reflek fisiologis.
Refleks dalam dapat dinamai menurut otot yang bereaksi
atau menurut tempat merangsang, yaitu tempat insesio otot.Misalnya refleks kuadriseps
femoris disebut juga refleks tendon lutut atau refleks patela.Telah dikemukakan
di atas bahwa timbulnya refleks ini ialah karena teregangnya otot oleh rangsang
yang diberikan dan sebagai jawaban otot berkontraksi.Rasa-regang (ketok) ini
ditangkap oleh alat penangkap (reseptor) rasaproprioseptif, karena itu refleks
ini juga dinamai refleks proprioseptif.Contoh dari refleks dalam ialah refleks
kuadriseps femoris glabela.
2.
Refleks Superfisialis
Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa yang
mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada dibawahnya atau disekitarnya.Jadi
bukan karena teregangnya otot seperti pada refleks dalam.
Tingkat
Jawaban Refleks
Jawaban refleks dapat
dibagi atas beberapa tingkat, yaitu;
- (negative) : tidak ada refleks sama sekali
± : kurang jawaban, jawaban lemah
+ : jawaban normal
++ : jawaban berlebihan, refleks meningkat.
Refleks yang meninggi tidak selalu berarti adanya gangguan
patologis, tetapi bila refleks pada sisi
kanan berbeda dari sisi kiri, besar sekali kemungkinan bahwa hal ini disebabkan
oleh keadaan patologis . Tiap refleks dalam dapat meninggi secara bilateral,
namun hal ini tidak selalu berarti adanya lesi pyramidal.Lain halnya kalau
peninggian refleks bersifat asimetris. Karenanya harus diingat bahwa: pada
pemeriksaan refleks jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris (kiri
dan kanan). Asimetris dapat menunjukkan adanya proses patologis.
2.6.2 PEMERIKSAAN
REFLEKS
1. Refleks Glabela
Pukulan singkat pada
glabela atau sekitar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi singkat
kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis, refleks ini
berkurang atau negative, sedangkan pada sindrom Parkinson refleks ini sering
meninggi. Pusat refleks ini terletak di pons
2.Refleks Rahang Bawah
(jaw refleks)
Penderita disuruh membuka
mulutnya sedikit dan telunjuk pemeriksa ditempatkan melintang di dagu. Setelah
itu, telunjuk diketok dengan ketok-refleks (refleks hammer) yang mengakibatkan
berkontraksinya otot maseter sehingga mulut merapat. Pusat refleks ini terletak
di pons.
3.
Refleks Biseps
Kita pegang lengan pasien
yang di semigfleksikan sambil menempatkan ibu jari di atas tendon otot biseps.
Ibu jari kemudian diketok; hal ini mengakibatkan gerakan fleksi lengan
bawah,Pusat refleks ini terletak di C5-C6.
4.
Refleks Triseps
Kita pegang lengan bawah
pasien yang difleksikan setengah (semifleksi). Setelah itu, diketok pada tendon insersi m.triseps, yang
berada sedikit diatas olekranon. Sebagai jawaban, ini lengan bawah mengadakan
gerakan ekstensi,Lengkungan refleks melalui nervus radialis yang pusatnya
terletak di C6-C8.
5.
Refleks Brakhioradialis (refleks radius)
Lengan bawah difleksikan
serta dipronasikan sedikit.Kemudian diketok pada prosesus stiloideus radius.
Sebagai jawaban lengan bawah akan berfleksi dan bersupinasi. Lengkungan refleks
melalui nervus radialis, yang pusatnya terletak di C5-C6.
6. Refleks
Ulna
Lengan bawah di
semifleksikan dan semipronasi.Kemudian diketok pada prosesus stiloideus dan
ulna. Hal ini mengakibatkan gerakan pronasi pada lengan bawah dan kadang-kadang juga gerakan
aduksi pada pergelangan tangan. Lengkungan refleks, melalui nervus medianus
yang pusatnya terletak di C5-Th1.
7.
Refleksi Fleksor Jari-Jari
Tangan pasien yang
ditumpukan pada dasar yang agak keras disupinasikan dan jari-jari difleksikan
sedikit.Telunjuk pemeriksa ditempatkan menyilang pada permukan volar falang
jari-jari.Kemudian telunjuk pemeriksa diketok. Pada keadaan normal, jari-jari
pasien akan berfleksi enteng demikian juga falang akhir ibu jari. Pada lesi
pyramidal, fleksi jari-jari lebih kuat.Nilai patologiknya lebih penting jika
terdapat asimetri antara jari kanan dan kiri.Lengkungan refleks ini melalui
nervus medianus dan nervus ulnaris, yang pusatnya terletak di C6-Th1.
8.
Refleks-Dalam Dinding Perut
Dinding perut pasien, yang
disuruh berbaring, ditekan sedikit
dengan jari telunjuk atau dengan penggaris, kemudian diketok. Otot
dinding perut akanberkontraksi. Terlihat pusar akan bergerak kea rah otot yang
berkontraksi .lengkungan refleksi ini melalui Th6-Th12. Pada orang normal,
kontraksi dinding perut sedang saja; pada orang yang menggeli reaksi ini dapat
kuat. Reaksi dinding perut ini mempunyai nilai yang penting bila ditinjau
bersama-sama dengan refleks
superfisialis dinding perut. Bila refleks-dalam dinding perut meninggi, sedang
refleks superfisialisnya negative, maka hal ini dapat menandakan adanya lesi piramidal pada tempat yang lebih
atas dari Th6.
9.
Refleks Kuadriseps Femoris (Refleks
Tendon Lutut, Refleks Patella)
Kata KPR masih sering
digunakan untuk refleks ini, yaitu singkatan dari bahasa Belanda, Kniepeersreflex, yang berarti refleks
tendon lutut.Pada pemeriksaan refleks ini, tungkai di fleksikan dan
digantungkan, misalnya pada tepi tempat tidur. Kemudian, diketok pada tendon
muskulus kuadriseps femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan
ekstensi tungkai bawah (gambar 8.10). Lengkungan refleks ini melalui L2, L3, L4
10. Refleksi
Triseps Sure (Refleks Tendon Achilles)
Dalam bahasa Belanda
refleks ini disebut Achillespeesreflex, disingkat
APR.singkatan APR ini masih sering digunakan di Indonesia. Tungkai bawah
difleksikan sedikit , kemudian kita pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan
sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu, tendon Achilles diketok. Hal
ini mengakibatkan berkontraksinya m.triseps
sure dan memeberikan gerak plantar fleksi pada kaki. Lengkung refleks
ini malalui S1, S2.
2.6.3 Refleks Superfisial
1. Refleks
kornea
Kornea mata disentuh
dengan sepotong kapas yang ujungnya dibuat runcing.Hal ini mengakibatkan
dipejamkannya mata (m.orbikularis okuli).Pada pemeriksaan ini harus dijaga agar
datangnya kapas ke mata tidak diilihat oleh pasien, misalnya dengan menyuruhnya
melirik ke arah yang berlawanan dengan arah datangnya kapas (gambar 8.12).Pada
gangguan nervus V sensorik, refleks ini negatif atau berkurang.Sensibilitas
kornea diurus oleh nervus V. sensorik cabang oftalmik. Refleks kornea juga akan
menghilang atau berkurangnya bila terdapat kelumpuhan m.orbikularis okuli, yang
disarafi oleh nervus VII (fasialis).
2.Refleks
dinding perut superfisialis
Refleks ini dibangkitkan
dengan jalan menggores dinding perut dengan benda yang agak runcing, misalnya
kayu geretan atau kunci.Bila positif, maka otot (m.rektus abdominis) atau
berkontraksi. Refleks ini dilakukan pada berbagai lapangan dinding perut, yaitu
di epigastrium (otot yg berkontraksi diinervasi oleh Th6, Th7), perut dibagian atas (Th7,Th9), perut bagian
tengah (Th9, Th11), perut bagian bawah (Th11, Th12 dan lumbal atas). Pada
kontraksi otot, terlihat pusar bergerak ke arah otot yang berkontraksi.
Refleksi
superfisialis dinding perut sering negatif pada wanita normal yang banyak anak
(sering hamil), yang dinding perutnya lembek, demikian juga pada orng gemuk dan
orang lanjut usia; juga pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun. Pada orang
muda otot-otot dinding perutnya berkembang baik, bila refleks ini negative, hal
ininmempunyai nilai patologis. Bila refleks dinding perut superfisialis
negative disertai refleks dalam dinding perut yang meninggi hal ini menunjukkan
adanya lesi traktus piramidalis di tempat yang lebih atas dari Th 6
3.Refleks kremaster
Refleks ini dibangkitkan
dengan jalan menggores atau menyentuh bagian medial pangkal paha.Terlihat
skrotum berkontraksi (gambar 8.14). Pada lesi traktus piramidalis, refleks ini
negative. Refleks ini dapat negative pada orang lanjut usia, penderita
hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimitis. Lengkung refleks melalui
L1,L2.
Refleks
anus superfisialis
Bila kulit di sekitar anus
dirangsang; misalnya dengan tusukan ringan atau goresan, hal ini mengakibatkan
otot sfingter eksternus berkontraksi.Lengkung refleks ini melalui S2-S4, S5.
3
Refleks telapak kaki, refleks plantar
(plantar reflex)
Kaki dilemaskan, kemudian
telapak kaki digores dengan benda yang agak runcing.Pada orang normal terlihat
jawaban berupa kaki melakukan gerakan plantar fleksi.Pada orang yang penggeli
gerakan ini disertai gerakan menarik kaki.Pada orang dengan lesi di traktus
piramidalis, didapatkan gerakan atau jawaban yang lain, yaitu dorsofleksi ibu
jari kaki serta gerakan mekar (fanning) jari-jari
lainnya.Hal ini disebut refleks patologis.
2.6.4 REFLEKS PATOLOGIS
Banyak
macam ransangan yang dapat digunakan untuk membangkitkannya, misalnya menggores
telapak kaki bagian lateral, menusuk atau menggores dorsum kaki atau sesi
lateralnya, memberi ransangan panas atau ransangan listrik pada kaki, menekan
pada daerah interossei kaki, mencubit tendon Achilles, menekan tibia, fibula,
otot betis, menggerakkan patela ke arah distal, malah pada keadaaan yang hebat,
refleks dapat dibangkitkan dengan jalan menggoyangkan kaki, menggerakkan kepala
dan juga bila menguap
- Refleks Babinski
Untuk membangkitkan
refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai
diluruskan.Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya.Untuk
merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda agak runcing. Goresan harus
dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri , sebab hal ini akan
menimbulkan refleks menarik kaki (flight
reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari
tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, kita dapatkan gerakan dorso
fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya
Tadi
telah dikemukakan bahwa cara membangkitkan refleks patologis ini bermacam-macam
diantaranya dapat disebut :
a)
Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
b)
Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
c)
Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
d)
Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
e)
Schaffer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
f)
Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
g)
Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
h)
Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
i)
Mendel-Bechterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
j)
Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
k) Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
l) Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
m) Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
- KLONUS
salah
satu gejala kerusakan piramidal ialah adanya hiper-refleksi. Bila hiperrefleksi
ini hebat dapat terjadi klonus.Klonus ialah kontraksi mimik dari otot, yaitu
timbul bila otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan refkes regang otot
(muscle stretch reflex) yang meninggi
dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir (upper
motor neuron,piramida) . Ada orang normal yang mempunyai hiperrefleksi
fisiologis ; pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya berlangsung
singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama (yang terus
berlangsung selama rangsangan diberikan), hal ini diangap patologis. Klonus
dapat dianggap sebagai rentetan refleks regang otot, yang meninggi. Hal ini
menunjukkan adanya hiperrefleksi yang patologis, yang dapat disebabkan oleh
lesi piramidal.
Pada
lesi piramidal kita sering mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut, dan
pergelangan tangan.
- Klonus kaki
Klonus ini dibangkitkan
dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis.Pemeriksa menempatkan
tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan
cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso fleksi sambil seterusnya diberikan
tahanan enteng.Hal ini mengakibatkan teregangan otot betis.Bila ada klonus,
maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar
fleksi dan dorso fleksi secara bergantian.
- Klonus patella
Klonus ini dibangkitkan
dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris.Kita pegang patella penderita,
kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) ke arah distal sambil diberikan
tahanan enteng. Bila terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot
kuadriseps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patela. Pada pemeriksaan
ini tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.
2.6.5 Refleks dan gejala patologis lain yang
perlu diketahui
1. Refleks
Hoffman Trommer
Pada orang normal, refleks
refleks fleksor jari-jaribiasanya tidak ada atau enteng saja karena ambang
refleks tinggi.Akan tetapi, pada keadaan patologik, ambang refleks menjadi
rendah dan kita dapatkan refleks yang kuat.Refleks inilah yang merupakan dasar
dari refleks Hoffman-Trommer, dan refleks lainnya, misalnya refleks
Bechterew.Tiap refleks tendon dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini
belum tentu berarti adanya lesi pyramidal.Lain halnya kalau peninggian refleks
bersifat asimetris.
Cara
membangkitkan refleks Hoffman-trommer : tangan penderita kita pegang pada
pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-entengkan. Kemudian jari tengah
penderita kita jepit di antara telunjuk dan jari tengah kita. Dengan ibu jari
kita “gores kuat” (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini mengakibatkan
fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, bila refleks
positif.Kadang juga disertai fleksi jari lainnya.
2. Refleks
massa, refleks automitisme spinal
Bila refleks Babinski
cukup hebat , kita dapatkan dorso jari-jari, fleksi pada pergelangan kaki,
fleksi tungkai bawah dan atas dan kadang-kadang terdapatjuga kontraksi tungkai
yang satu lagi. Daerah pemberian rangsangpun bertambah luas.Hal ini demikian
dapat kita jumpai pada lesi transversal medulla spinalis, dan siebut refleks
autotisme spinal.Hal ini dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsang,
misalnya goresan, rangsangan nyeri dan lain sebagainya.
Bila refleks lebih hebat
lagi, didapatkan juga kontraksi otot dinding perut, adanya miksi dan defekasi,
keluarnya keringat, refleks eritema dan refleks pilomotor. Keadaaan demikian
disebut pula sebagai refleks massa dari Riddoch. Hal demikian didapatkan pada
lesi transversal yang komplit dari medulla spinalis, setelah fase syoknya
lampau.
3. Refleks
genggam (grasp reflex)
Refleks genggam merupakan
hal normal pada bayi sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada orang normal, bila
telapak tangan digores kita tidak mendapatkan gerakan fleksi jari-jari, tetapi
kadang-kadang terjadi fleksi enteng (ambang refleks ini tinggi).
Dalam
keadaaan patologis, misalnya pada lesi di lobus frontalis, didapatkan reaksi
(fleksi jari) yang nyata.Penggoresan telapak tangan mengakibatkan tangan
digenggamkan, dan menggenggam alat yang digunakan sebagai penggores.Hal ini
dinamai refleks genggam.Refleks genggam terdiri dari fleksi ibu jari dan jari
lainnya, sebagai jawaban terhadap ransangan taktil, misalnya bila pemeriksa
meraba telapak tangan pasien atau menyentuh atau menggores tangan pasien di
antara ibu jari dan telunjuknya.
- Gejala Leri
Pemeriksaan
dilakukan sebagai berikut : kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasikan
serta difleksi sedikit. Kemudian kita tekukkan dengan kuat (fleksi) jari-jari
pergelangannya. Pada orang normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan
bawah dan lengan atas, dan kadang-kadang juga disertai aduksi lengan atas.
Refleks ini negative bila terdapat lesi pyramidal.Tidak adanya refleks ini
dinyatakan sebagai gejala Leri positif.
- Gejala Mayer
Pasien disuruh men-supinasikan tangannya, telapak tangan
ke atas dan jari-jarinya di-fleksi-entengkan serta ibu jari difleksi-entengkan
dan diabduksikan.Tangannya kita pegang.Kemudian dengan tangan yang satu lagi
kita tekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal dan menekannya pada telapak
tangan (fleksi).Pada orang normal, hal ini mengakibatkan aduksi dan oposisi ibu
jari disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeal dan ekstensi di
persendian interfalang ibu jari.Jawaban demikian tidak didapatkan pada lesi
pyramidal dan tidak adanya jawaban ini disebut sebagai gejala Mayer positif
Tangis
dan ketawa patologis (pathological laughing and crying)
Fenomena ini yang
merupakan fenomena release, menampakkan dirinya sebagai berikut : ekspresi
mimik menangis dan ketawa mulai lebih cepat, lebih banyak, lebih intensif dan
berlangsung lebih lama daripada orang normal. Muka dengan lambat beristirahat
kembali.Ambang untuk aksi menangis dan ketawa sangat rendah, dan aksi ini
dikontrol secara buruk.Pasien dapat lebih lama ketawa bila diberi ransangan
yang tidak berarti dan ketawanya ini tanpa emosi.Sebenarnya ransangan yang
menimbulkan serangan tidak adekuat dan tidak cukup.Serangan menangis dan ketawa
“patologis” dapat terjadi tanpa provokasi, atau provokasi yang sangat ringan.
Menangis dna ketawa “patologis” terdapat pada penderita dengan lesi
pseudobulber, lesi difus otak.
2.6.6 Penyakit
Penyebab Kelumpuhan pada Anak
a. step
pada anak
anak bisa mengalami kelumpuhan pada kaki,
ketajaman otak menjadi lemah, bahkan bisa terkena ayan. Step
memiliki beberapa tanda yang mudah dikenali. Yang paling mudah dikenali adalah
kejang yang sifatnya mendadak. Dalam tingkatan yang parah step dapat menimbulkan
busa pada mulut, wajah biru, mata terbalik sehingga warna putih berada dibawah,
tidak ditengah,mulut mencong (ujung mulut tertarik kearah pipi). Semua gejala
ini hanya berlangsung dalam beberapa menit.
b.
Polio
kependekan dari poliomyelitis,
adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini
paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang
disertai panas, muntah dan sakit otot. Kadang-kadang hanya satu atau beberapa
tanda tersebut, namun sering kali sebagian tubuh menjadi lemah dan lumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini
paling sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki.
Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh
secepat anggota gerak yang lain
c. Cerebral Palsy
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar)
adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan,
kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.Cerebral Palsy bukan merupakan penyakit dan tidak bersifat progresif
(semakin memburuk). Pada bayi dan bayi prematur, bagian otak yang mengendalikan
pergerakan otot sangat rentan terhadap cedera
Cerebral Palsy terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering ditemukan pada bayi prematur dan lebih sering ditemukan pada bayi yang sangat kecil.
Cerebral Palsy terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering ditemukan pada bayi prematur dan lebih sering ditemukan pada bayi yang sangat kecil.
Penyebabnya Lahir dini merupakan
faktor risiko cerebral palsy. Otak prematur berada pada risiko tinggi
perdarahan, dan ketika cukup berat, dapat mengakibatkan cerebral
palsy. Anak-anak yang lahir prematur juga dapat mengalami gangguan
pernapasan serius akibat paru-paru belum matang dan kurang berkembang. Hal
ini dapat menyebabkan periode penurunan oksigen yang dikirimkan ke otak yang
mungkin mengakibatkan cerebral palsy, Penyebab penting lain dari cerebral palsy
termasuk kecelakaan pada waktu perkembangan otak, kelainan
genetik , stroke karena pembuluh darah abnormal atau bekuan
darah dan infeksi otak
d.
Kelainan
bawaan (Kelainan Kongenital)
Kelainan Bawaan (Kelainan
Kongenital) adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme
tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4% bayi baru
lahir memiliki kelainan bawaan yang berat.
Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai tumbuh, yaitu sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun, tetapi kebanyakan bersifat ringan. Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental
Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai tumbuh, yaitu sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun, tetapi kebanyakan bersifat ringan. Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental
e. Distrofi
otot
Distrofi otot adalah suatu istilah
yang digunakan untuk menggambarkan lebih dari 40 macam penyakit otot yang
berlainan, yang kesemuanya ditandai dengan kelemahan dan kemunduran yang
progresif dari otot-otot yang mengendalikan pergerakan.
KESIMPULAN
Seorang anak perempuan umur 4 tahun
menderita poliomyelitis paralitik, ,Tidak
ada pengobatan yang spesifik. Diberikan obat simtomatis dan suportif. Istirahat
total jangan dilakukan terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda.
Istirahat sangat penting di fase akut, karena terdapat hubungan antara
banyaknya keaktifan tubuh dengan berat nya penyakit. Poliomielitis Paralitik Membutuhkan
perawatan di rumah sakit,Istirahat
total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui,Selama fase akut kebersihan mulut
dijaga,Perubahan posisi penderita dilakukan
dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot dan hindari gerakan menekuk
punggun,.Fisioterapi,
dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan
maksud untuk mencegah terjadinya deformitas,Akupunktur dilakukan sedini mungkin,Interferon
diberikan sedinini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif.
mungkin bisa dicantumin daftar pustakanya yaa
BalasHapus